Liputan6.com, Jakarta Menampilkan koleksi di sebuah fashion week tentu menjadi impian bagi para desainer. Mimpi ini sudah terwujud di kehidupan Sapto Djojokartiko. Bagaimana proses desainer yang lahir di Solo ini mewujudkan impiannya. Berikut wawancara khusus Lifestyle Liputan6.com dengan Sapto, Rabu (19/3/2014):
Boleh cerita tentang kecintaan pada di dunia fashion?
Baca Juga
Saya sudah suka fashion sejak kecil. Sekitar usia 10 tahun saya mulai suka gambar sketsa busana. Jika Ibu saya mengajak ke pesta saya pasti memperhatikan busana dari pengantinnya. Pada usia tersebut juga saya sudah suka baca majalah fashion. Saat itu Sebastian Gunawan menjadi ilustrator majalah Dewi dan saya suka melihat gambar-gambarnya.
Advertisement
Lalu?
Lalu pada saat SMA saya mulai mengikuti berbagai lomba sketsa fashion. Saat itu yang saya impikan hanyalah menjadi seorang desainer dan saya tidak tertarik lagi dengan pelajaran-pelajaran di sekolah.
Setelah lulus SMA apa kemudian lanjut ke sekolah desain fashion?
Melalui perjuangan yang keras akhirnya saya mendapat beasiswa dari sekolah mode Esmod.
Apa saat itu ada teman sekolah yang kini juga menjadi desainer terkenal?
Oscar Lawalata waktu itu adalah kakak kelas saya.
Setelah lulus dari Esmod, apa yang Anda lakukan?
Lulus dari Esmod dan mendapat predikat The Best Pattern Maker, saya bekerja di sebuah hotel di Bali sebagai Costume Designer. Di sana saya membuat kostum-kostum untuk pertunjukkan yang diadakan hotel tersebut. Saya hanya bertahan selama 4 bulan di sana.
Kenapa?
Karena menurut saya pekerjaan tersebut bukanlah impian saya. Impian saya adalah menjadi seorang desainer fashion.
Apa yang dilakukan setelah itu?
Setelah itu, saya kembali ke Jakarta dan bekerja pada Oscar Lawalata selama 2 tahun. Selama bekerja dengan Oscar, saya mendapat banyak pelajaran tentang dunia kerja desainer fashion.
Setelah berhenti bekerja pada Oscar, apa yang Anda lakukan?
Selesai bekerja pada Oscar, Saya memberanikan diri untuk menawarkan rancangan-rancangan ke berbagai rumah produksi untuk digunakan pada pembuatan video klip. Dengan cara itu network dengan insan dunia hiburan meluas.
Kapan Anda mulai mendirikan label sendiri?
Pada tahun 2003-2007 saya berpartner dengan teman untuk membentuk sebuah label. Karena timbul ketidaksepahaman, saya memutuskan untuk mengakhiri kerja sama dan membuat label sendiri pada tahun 2007. Pada saat itu saya masih membuat baju berdasarkan pesanan. Pada tahun 2010 barulah muncul koleksi ready-to-wear yang siap untuk dibeli.
Apa kendala yang dihadapi?
Produksi koleksi ready-to-wear vakum selama dua tahun dan baru muncul kembali pada tahun 2012. Ternyata memasarkan koleksi ready to wear tidak semudah teknik pembuatannya.
Lalu bagaimana cara mengatsi kendala tersebut?
Sedikit demi sedikit kami belajar tentang cara berbisnis koleksi ready to wear. Beberapa bulan kemudian, hasil dari proses belajar tersebut terlihat. Penjualan meningkat. Akan tetapi sampai saat ini pun kami masih terus belajar tentang industri fashion.