Sukses

Blusukan ke Gedung Sate dengan Bersepeda di Malam Hari

Sebagai label souvenir asal Bandung, Mahanagari tumbuhkan kecintaan masyarakat pada kota ini melalui kegiatan tur untuk wisatawan

Liputan6.com, Jakarta Sebagai sebuah label fesyen yang lahir di kota Bandung, Shafira memiliki kepedulian terhadap Paris van Java ini. Pada konferensi pers peresmian Shafira Building yang berlokasi di Jalan Sulanjana No.28, Sabtu (26/4/2014), Shafira bersama dengan Mahanagari, merek souvenir  asal Bandung, mengajak masyarakat untuk merawat kota Bandung.

 

Merek Mahanagari didirikan pada tahun 2004 dengan tujuan mengenalkan kota Bandung melalui souvenir seperti kaos, pin, gantungan kunci dan lain sebagainya. Dengan cara ini diharapkan masyarakat lebih mencintai dan merawat kota Bandung. Menggandeng Shafira sebagai mitra bisnis dalam produksi kaos, store baru Mahanagari juga berdekatan dengan Shafira Building, yakni di Jalan Sulanjana No.26

 

Sebagai produk yang peduli dengan kota Bandung, Mahanagari memiliki program tur kota Bandung yang diadakan secara reguler. Salah satu tur yang disediakan adalah Tour de Museum di mana partisipan akan bersepeda melihat bangunan-bangunan peninggalan zaman kolonial Belanda dan berakhir di atas Gedung Sate untuk menikmati pemandangan kota Bandung.

 

Ben Wirawan sebagai pendiri Mahanagari menjelaskan bahwa kegiatan tur ini adalah bentuk Corporate Social Responsibility (CSR) Mahanagari yang didanai sebagian oleh hasil penjualan souvenir. Pada hari itu Mahanagari, Shafira dan awak media berkesempatan untuk merasakan pengalaman tur sepeda menuju Gedung Sate dan menikmati pemandangan Kota bandung dari bagian atas gedung.

 

Gedung Sate yang bergaya arsitektur indo-Eropa ini berdiri kokoh di tengah sejuknya hawa kota Bandung sore itu. Tubuh gedung itu bergaya Eropa dengan atapnya bergaya Asia. Gedung yang pada masa kolonial Belanda disebut Gouvernements Bedrijven itu dibangun oleh 2.000 pekerja.

 

Gedung yang pembangunannya menghabiskan biaya sebesar 6 juta Golden ini diresmikan pada 27 Juli 1920. Jumlah biaya tersebut dilambangkan dengan ornamen 6 jambu air yang terletak di bagian atas gedung. Karena ornamen itu tampak seperti setusuk sate, gedung ini lebih dikenal masyarakat dengan sebutan Gedung Sate.

Dengan luas 27,9 hektar, gedung ini dulu berfungsi sebagai komplek perkantoran pemerintah Belanda. Kini Gubernur Jawa Barat berkantor di lantai 2 Gedung Sate. Di lantai 4 gedung ini terdapat ruang pameran yang menampilkan berbagai benda khas budaya Sunda, mulai dari kain-kain tradisional, alat masak, alat musik, pakaian pernikahan dan lain sebagainya.

 

Untuk sampai ke ruang pameran ini, pengunjung harus menaiki tangga kayu melingkar di ruang yang cukup sempit. Hal ini kontras dengan interior ruangan di lantai-lantai sebelumnya yang tampak megah a la neo-klasik Eropa. Sebagian benda-benda budaya yang dipamerkan di lantai 4 ini diletakan pada bangunan berbentuk piramida besar yang terletak di tengah ruangan.

 

Pada piramida ini juga terdapat tangga kayu yang menghubungkan lantai 4 dan 5. Ujung tangga ini adalah sebuah balkon terbuka di mana pengunjung dapat secara langsung melihat lansekap kota Bandung dari ketinggian. Tubuh kota ini di malam hari cantik dihiasi dengan lampu-lampu kota. Tangga yang ada di balkon berakhir pada sebuah ruangan berdinding kaca.

 

Jika tak kuat dengan cuaca dingin malam hari di balkon, Anda dapat menikmati pemandangan dari dalam ruangan. Pada ruangan tersebut terdapat sebuah lonceng tua yang dulu berfungsi sebagai penanda perang. Setibanya lagi di halaman Gedung Sate, lampu-lampu taman di area gedung ini sudah menyala. Jika Anda berputar ke halaman belakang gedung, Anda dapat menemukan sebuah air mancur cantik yang disorot dengan lampu warna hijau.

Â