Liputan6.com, Yogyakarta Adalah tradisi budaya masyarakat Yogyakarta untuk melakukan Tapa Bisu Mubeng Beteng jelang tahun baru Islam 1 Muharam atau malam tahun baru Jawa 1 Suro. Diikuti oleh ribuan orang, ritual mengelilingi kompleks Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat tersebut dilakukan tanpa mengucap sepatah kata.
Mubeng beteng (mengelilingi benteng) pada awalnya bermakna sebagai kegiatan untuk membawa keselamatan kerajaan dan pemerintah. Saat ini Mubeng Beteng dianggap sebagai bentuk doa agar masyarakat Indonesia menjadi sejahtera.
Kegiatan tahunan yang diselenggarakan oleh Paguyuban Abdi Dalem Kaprajan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat bersama dengan Kawula Mataram ini tak hanya diikuti warga Yogyakarta. Salah satu peserta Tapa Bisu Mubeng Beteng kali ini adalah Eko Dewanto yang berasal dari Gantiwarno Klaten Jawa Tengah.
Advertisement
Eko mengaku sering mengikuti tradisi mubeng beteng Kraton Ngayogyakarta. Mengikuti tradisi ini baginya sudah menjadi kewajiban. Alasannya adalah karena menurut Eko tradisi ini bertujuan untuk meminta keselamatan dunia dan akhirat selain juga agar harapannya dapat tercapai. "Biar selamat dan mendapat rejeki yang banyak. Biar harapan kita dapat dikabulkan," ujar Eko Sabtu pagi (25/10/2014).
Eko menjelaskan bahwa saat melakukan tradisi Tapa Bisu Mubeng Beteng harus dengan niat yang kuat dan tahan godaan di jalan untuk tidak berbicara selama melakukan mubeng beteng. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi peserta kirab. "Berat lho kalau ramai-ramai. Pasti banyak guyon sama temen. Ya baiknya berdua atau sendiri. Itu lebih bisa khusyuk," kata Eko. (Fathi Mahmud)