Sukses

Galeri Apik Kolaborasikan Seni Lukis dan Miniatur Otomotif

Rahmat, pemilik Galeri Apik Jakarta suguhkan kolaborasi seni lukis dan miniatur otomotif.

Liputan6.com, Jakarta- Sebuah terobosan dilakukan Rahmat, pemilik Galeri Apik Jakarta. Jika biasanya, sebuah pameran bersama menampilkan karya seni lukis atau patung, dan bahkan keduanya, kali ini Rahmat coba menampilkan yang beda. Baginya, sebuah karya seni itu tidak bisa dikotak-kotakkan berdasarkan harga semata.

Lebih dari itu, ada nilai-nilai dan etika yang juga harus dibangun di kalangan kolektor seni rupa. Maka itu, untuk kali pertama, dia membuat sebuah pameran bersama yang memadukan antara karya lukis seniman terkenal dengan sejumlah koleksi die cast mobil klasik.

Temanya Joint Visual Exhibition dan Die Cast Classic Cars Collectibles, yang digelar pada 10 Desember 2014-10 Januari 2015.
”Saya ingin memberikan sesuatu yang unik dan baru buat para kolektor seni dan kolektor miniatur otomotif sekaligus dalam satu event. Karena sebenarnya miniatur mobil juga adalah bagian dari seni,” ungkapnya. 

Di jejeran karya seni lukis, Rahmat menampilkan sejumlah koleksi lawas seniman terkenal milik Affandi, Heri Dono, I Gusti Agung Mangu Putra, Adrien Jean Le Mayeur De Merpres, Sudjana Kerton, Agus Suwage, dan Chen Yifei. Sedangkan untuk koleksi miniatur yang ditampilkan, ada ratusan die cast classic cars yang ditampilkan dengan atraktif dan ditata sedemikian rupa sehingga menyatu dengan karya seni lukis.

Koleksi miniatur otomotif yang dihadirkan juga beragam. Dari yang ukuran 1:67, 1:43, 1:18, dan 1:12. Merk mobil pun beragam. Bahkan, Rahmat menyebut BMW, Mercedes Benz, Ford, hingga Datsun, dan sejumlah merk mobil yang tak lagi diproduksi. Baginya, karya seni itu adalah hasil karya manusia yang memiliki estetika dan keindahan. Maka itu, dia tidak ragu untuk menyandingkan karya seni lukis yang harganya selangit dengan die cast yang sejauh ini belum memiliki standar harga.

”Karya seni lukis atau patung itu kan sebenarnya seperti berharga tinggi karena masuk balai lelang. Sedangkan kolektor miniatur tidak melakukan lelang seperti karya seni lain. Kalau pun ada lelang, ya lelang kecil-kecilan saja,” ulas salah satu pendiri Toy and Model Colector Indonesia (Tomoci) itu.

Padahal, sambungnya, balai lelang yang tidak disertai dengan aturan yang ketat malah hanya menyesatkan kolektor seni. ”Lukisan yang masuk balai lelang di awal juga murah. Lalu bisa menjadi mahal bukan semata-mata karena bagus dan bernilai, tapi ada faktor x juga,”ungkap anggota Perkumpulan Pecinta Seni Indonesia (PPSI) itu.

Selain menggelar pameran, pihaknya juga membuat art talk tentang die cast. Rencananya, art talk bakal digelar 20 Desember nanti dengan menggandeng komunitas one eighteenth. Jadi, pameran gabungan kali ini diharapkannya bisa menempatkan seni ada level yang sama. Sehingga, bukan harga yang dilihat, melainkan keindahan dari karya itu sendiri.

Selama ini, Galeri Apik sudah mensponsori dan menggelar sejumlah pameran. Baik tunggal maupun bersama.Sebut saja, pameran Beber Seni di DIY (2009), Jogja Jamming Biennale X (2009-2010), Seven Lights (2009), pameran PP Matahari (2010), Hip!Hip!Hero! (2010), Bazaar Art Jakarta (2010), Asia Top Hotel Art Fair The Shilla Seoul (2010), Art Mall Pacific Place (2010), dan Affordable Art Fair 1 Singapore (2010).

Kemudian membuat pameran Beyond Horizon (2010-2011), Explosive Contemporary (2011), Hopes Afloat (2011), Bazaar Art Jakarta (2011), Hidden Passion (2012), 40th art archive dr Melani W Setiawan (2012), Raden Saleh book launch (2012), The Bull Horn (2012), Ultimate City (2012), Reborn (2013), ArtStage Singapore (2013, 2014), dan PPSI book launch (2014). (Cyn/Ars)