Sukses

Pawai Kembuli, Tradisi Unik Lombok Timur Sejak Tahun 1913

Peringati Maulid Nabi Muhammad SAW, warga Lombok Timur gelar tradisi pawai Kembuli.

Liputan6.com, Lombok Timur Warga desa Rempung, Kecamatan Pringgasela, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) berkumpul memadati pusat desa dan menggelar acara tradisi rutin tahunan yaitu pawai Kembuli, untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW.

Pawai Kembuli merupakan pawai unik dengan menampilkan beberapa miniatur yang identik dengan islam seperti masjid, Alquran raksasa, dan Musholla. Miniatur tersebut kemudian dihiasi dengan beberapa lembar uang kertas, hasil tanam dan jajanan tradisional khas warga setempat.

Miniatur yang telah dihias tersebut kemudian diarak ke setiap ruas jalan yang ada di desa sambil disaksikan oleh seluruh warga yang saat itu berkumpul dalam perayaan maulid ini. Sambil diarak, warga sesekali meletakkan aneka jajan ke dalam miniatur tersebut.

Keunikan dari Kembuli ini terletak pada cara mengaraknya yang tetap dilestarikan oleh masyarakat setempat. Setiap kembuli harus diarak dengan cara dipikul, tidak boleh didorong ataupun diletakkan diatas kendaraan.

Menurut sejarah  yang berhasil dihimpun dari desa setempat, Kembuli berasal dari dua kosa kata, yaitu "Kembul" dan "Li". Kembul berarti berkumpul bersama-sama sedangkan Li berarti Kembali.

"Jadi filosofi Kembuli ini adalah warga bisa berkumpul kembali setelah lama tidak berkumpul," papar kepala desa Rempung, Umair Ubaid, Sabtu (3/1/2015).

Umar menjelaskan, pawai Kembuli ini telah diadakan sejak berpuluh puluh tahun yang lalu atau sejak adanya orang yang tinggal di desa ini yaitu tahun 1913. Kemudian pawai ini diselenggarakan secara rutin setiap Maulid Nabi sekaligus membumikan tradisi lama agar tidak hilang.

"Tradisi ini tetap kami selenggarakan sebagai wujud kegembiraan kami, karena bisa berkumpul kembali melaksanakan tradisi yang dibawa oleh nenek moyang kami sekaligus meningkatkan kreatifitas para pemuda yang ada di desa ini," tutup dia.

Usai diarak, seluruh isi Kembuli yang berupa jajan tradisional disumbangkan ke masjid untuk disantap beramai-ramai oleh warga yang sedang melaksanakan pengajian. Sedangkan lembaran-lembaran uang kertas dijadikan sebagai sumbangan pembangunan masjid. (Hans Bahanan/Ars)