Sukses

Tidung Festival, Wajah Lain Wisata Kepulauan Seribu

Pada Sabtu, 7 Maret 2015, diselenggarakan Tidung Festival di Pulau Tidung.

Liputan6.com, Jakarta Apa arti keberadaan penduduk di sebuah daratan? Satu jawaban yang bisa diajukan adalah Kebudayaan. Di samping kealamannya, budaya satu daerah juga menjadi alasan untuk mengunjungi suatu tempat. Anda beruntung bila datang ke Pulau Tidung untuk menikmati keindahan Kepulauan Seribu pada saat sebuah festival lokal bernama Tidung Festival diadakan. Saat acara tersebut berlangsung, Anda bisa melihat bagaimana masyarakat pulau itu menampilkan kue-kue tradisional serta hiburan-hiburan tradisional.

Tidung Festival merupakan event lokal tahunan masyarakat Pulau Tidung yang sudah diadakan sejak tahun 2012. Tahun ini, acara itu berlangsung pada Sabtu, 7 Maret 2015. Area bibir pantai Pulau Tidung Besar yang berdekatan dengan jembatan menuju Pulau Tidung Kecil pagi itu tampak ramai dengan beberapa tenda festival dan umbul-umbul warna-warni yang berkibar mengikuti arah hembusan angin. Sebuah panggung bertenda berdiri diapit oleh 2 tenda yang berisi dagangan jajanan tradisional. Keramaian orang juga hadir di sana.


Dibuka secara resmi oleh Tri Djoko Sri Margianto selaku Bupati Kepulauan Seribu, pembukaan Tidung Festival dihadiri oleh Imam Gunawan selaku Asisten Deputi Peningkatan Sumber Daya Pemuda Kementrian Pemuda dan Olahraga serta perwakilan Kedutaan Besar Kanada. Pertunjukan tari-tarian tradisional Indonesia yang melibatkan pelajar asal Kanada yang tergabung dalam program Pertukaran Pemuda Indonesia-Kanada (PPIK) menjadi magnet tersendiri bagi para pengunjung acara ini.


Pelajar-pelajar Kanada tersebut sudah ada di Kepulauan Seribu sejak bulan Januari 2015 dan akan kembali ke negara asalnya pada pertengahan Maret 2015. Pelajar PPIK bersama dengan Forum Mahasiswa Kepulauan Seribu (FMKS) dan beberapa organisasi lainnya menyelengarakan acara ini dengan tujuan memperkenalkan jajanan kuliner tradisional sebagai wujud pelestarian budaya. Ada sebanyak 60 jenis kue yang dijual di sana. Setelah acara resmi dibuka, masyarakat yang mengunjungi festival itu langsung memadati area penjualan kue.


Tak butuh waktu lama untuk kue-kue itu habis terjual. Di antara berbagai kue yang ada, seperti Geplak, Putu Mayang, Abuk, Gegodo, dan kue-kue tradisional lainnya, kue Celorot menjadi favorit masyarakat. Terbuat dari bahan tepung beras, gula aren, dan santan, kue ini unik dengan bentuk kerucut yang dibungkus oleh lilitan janur. Seluruh hasil penjualan kue di Tidung Festival bertema `Nostalgia Bersama, Lestarikan Warisan Budaya` ini akan disumbangkan untuk Rumah Singgah Pasien Kepulauan Seribu di Rumah Sakit Cengkareng.


Jika merupakan satu tanda positif bagi tindak preservasi budaya bahwa masyarakat setempat antusias akan kuliner-kuliner tradisional yang dijajakan di festival ini, menjadikan Tidung Festival sebagai satu ajang promosi budaya tradisional maupun satu daya tarik pariwisata Pulau Tidung merupakan satu hal lain yang penggarapannya perlu ditangani dengan semakin serius. “Ini adalah kegiatan yang kami agendakan untuk dibuat secara kontinyu. Diharapkan ke depannya penyelenggaraan acara ini bisa lebih baik,” ucap Tri Djoko Sri Margianto, Bupati Kepulauan Seribu, pada konferensi pers setelah festival resmi dibuka.


Pengemasan acara dan pemasarannya menjadi beberapa faktor yang menurut Bupati Kepulauan Seribu perlu dielaborasi lebih lanjut untuk menjadikan festival ini sebagai penarik wisatawan maupun alat promosi budaya tradisional yang lebih kuat. Secara positif Tri Djoko mengatakan bahwa festival ini bahkan bisa menjadi acara bertaraf internasional bila digarap dengan semakin baik. “Sebuah festival lokal bisa menjadi bertaraf internasional. Semua tergantung pada cara pengemasan isinya dan pemasarannya,” ucap Bupati yang kala itu didampingi oleh Abang None Kepulauan Seribu.


Berganti siang ke malam hari, Tidung Festival diisi dengan berbagai acara, mulai dari perlombaan permainan tradisional hingga pentas seni. Wajah Tidung Besar saat itu memang jadi lebih berbeda dengan terselenggaranya festival tersebut. Kontras dengan Tidung Kecil yang tinggal tenang meski keduanya sama-sama dilingkungi oleh hamparan lautan. Perkembangan pariwisata, baik itu yang menonjolkan aspek alam ataupun budaya, memang bisa memberi hasil menguntungkan bagi penduduk setempat. Di satu sisi, merupakan hal positif bahwa masyarakat dapat terberdayakan dengan pengembangan objek wisata. Di lain pihak, bagaimana masyarakat merespons pemberdayaan itu dalam kaitannya dengan isu-isu lingkungan juga penting untuk diperhatikan. Pada kesempatan yang sama, Bupati Tri Djoko juga menyinggung perihal pertumbuhan bangunan-bangunan home stay di Kepulauan Seribu.

 

(Fotografer: Andrian Martinus - Liputan6.com)