Sukses

Masalah dengan Orang-orang Pintar

Ternyata kecerdasan bukanlah segalanya.

Liputan6.com, Jakarta Dalam merekrut seseorang di dalam suatu tim, organisasi, atau perusahaan, kita harus mencari siapa yang paling pintar. Betul, bukan? Jawabnya, tidak juga.

Kenyataannya, kecerdasan merupakan karakteristik yang memiliki batas maksimal dalam kerja tim. Sekali sudah melewatinya, akan terjadi kesulitan. Tim Manajemen Enron, contohnya. Mereka dikenal sebagai "tim terpintar". Perusahaan perdagangan energi AS yang sudah bubar ini berhasil menjalankan divisi-divisi paling menguntungkan, hampir tanpa pengawasan. Namun, si manajer merupakan orang yang arogan namun tak pernah merasa aman. Akibatnya, mereka mengambil kesempatan nekat dan berimbas kehilangan triliunan dolar. Perusahaan ini tutup tahun 2001 lalu.

Anda pasti ingin mempekerjakan mereka yang paling pintar sebagai analis, penerjemah, dan peneliti. Namun, Anda akan ingin mengunci mereka di dalam ruangan. Hal ini dilakukan untuk mencegah dampak buruk yang akan terjadi akibat kurangnya kecerdasan emosional atau keterampilan antarpribadi. Mengapa tidak perlu mencari manajer paling pintar? Simak pemaparan BBC.com, Selasa (5/5/2015) berikut ini.

2 dari 2 halaman

Selanjutnya

Masalah dengan orang pintar

Masalah paling umum terjadi saat mereka merasa paling tahu. Mungkin mereka benar, namun itu tidak menolong dalam membujuk orang untuk membeli apa yang mereka jual. Contohnya, seorang eksekutif senior yang selalu selangkah lebih maju dari teman satu timnya. Salah satu masalah terbesar yang dihadapinya adalah manajer lain yang tidak memandang dunia dengan cara yang sama dengannya.

Saat anda tahu jawaban yang benar, Anda seringkali tidak percaya bahwa orang lain tidak melihat hal yang sama. Ini yang mengakibatkan seseorang sulit beradaptasi.

Sayangnya, sebuah organisasi tidak bekerja seperti itu. Terutama, saat bekerja dengan orang-orang di mana Anda tidak punya kuasa langsung di atas mereka. Satu-satunya cara untuk mendapat momentum menuju hasil yang diinginkan adalah menjual ide kepada mereka. Memaksakan solusi "superior" Anda tidak akan berhasil.

Ironisnya, sering kali seorang yang berbakat merupakan manajer paling tidak efektif. Anda bisa melihatnya dalam olah raga, di mana pemain bintang mengalami kesulitan untuk menjadi pelatih atau manajer. Mereka akan frustasi menghadapi orang-orang yang bakatnya tidak sepadan dengan mereka. Wayne Gretzky, legenda hoki Kanada yang rekor personalnya mengalahkan semua pemain hoki profesional, merupakan pelatih yang sungguh tidak efektif. Hal ini juga terjadi pada Michael Jordan. 

Creative Technology dari Singapura memiliki MP3 player yang superior secara tekhnologi dibanding iPod, namun pelanggan lebih memilih iPod. Ini merupakan bukti bahwa teknologi terbaik tidak selalu menang, seperti halnya orang-orang paling pintar tidak selalu menjadi sukses. Ini bukan hanya mengenai kekuatan otak. Contohnya, apakah mengurangi waktu teknisi untuk menolong pelanggan dengan asistensi via telefon merupakan hal positif? Bagaimana dengan kualitas dari saran? Bagaimana penilaian pelanggan terhadap saran itu?

Zappos, toko sepatu online dari US, menghadiahi karyawan yang menghabiskan waktu lebih lama dengan pelanggan yang menelefon dengan pertanyaan tentang poduk yang ingin mereka beli. Untuk Zappos, pengalaman pelanggan mengalahkan semua hal, yang dalam pandangan bisa mengurangi keuntungan. Saat karyawan termotivasi untuk melayani pelanggan secepat mungkin, pernyataan "pelanggan adalah raja" terkesan menjadi slogan tanpa arti. Orang--orang yang betul-betul peduli pada pelayanan tidak punya tempat lain untuk kerja. Ini meninggalkan karyawan yang terdemotivasi, yang betul-betul mencapai target kerja.

Di masa kini, pencarian akan mereka yang paling cerdas merupakan etos yang tak begitu berarti. Mengandalkan yang paling pintar dan berbakat untuk memimpin dan mengatur tim merupakan hal yang terdengar lebih baik dalam teori dibandingkan praktek. (Ikr/ret)

Â