Sukses

Mengecap Korea, Eksotika Rasa Asia Timur dalam Gerak Waktu

Menemukan cita rasa eksotis kuliner Korea dalam menu-menu kreasi baru.

Liputan6.com, Seoul Berbincang tentang ketenaran sebuah bangsa dalam tataran global mungkin terdengar penuh nuansa kepentingan yang ambisius, entah itu dari segi politik ataupun ekonomi. Lepas dari segala `udang dibalik batu` yang boleh Anda curigai, fenomena dimana budaya satu bangsa menjadi mendunia adalah elemen yang mengkonstruksi pengalaman Anda sebagai bagian generasi terkini, termasuk dalam hal kuliner.

Sisi positifnya biarlah menjadi penilaian Anda sendiri. Cobalah pilih, Anda menjadi seseorang yang seumur hidup hanya makan masakan daerah sendiri atau menjadi penjelajah kuliner yang berkesempatan mencicipi Pizza Italia, Sushi Jepang, Kari India, dan menu-menu daerah lainnya.

Akan tetapi, pada saat yang bersamaan sebagaimana kolam budaya juga tampak mengikuti prinsip `survival of the fittest` ala teori evolusi Charles Darwin, kepunahan berbagai jenis makanan bukan hal mustahil. Pada titik ini, semua bergantung pada inisiatif masing-masing pihak dalam mempromosikan khasanah cita rasa garapan indra pengecap sebagaimana diharapkan untuk dikenal luas.

Foto: CNN.com

Dalam kasus Korea, Kehadiran Chef Edward Kwon di CNN Culinary Journeys untuk edisi Agustus 2015 menjadi sebuah pernyataan tegas. “Yang terpenting adalah masakan Korea buatan saya direinterpretasi dalam cara modern, tapi dalam hal rasa dan akarnya benar-benar Korea,” ucapnya di artikel `Food Preacher: Chef Edward Kown’s Quest to Globalize Korean Food` seperti dilansir dari CNN.com pada Selasa (11/8/2015).

Sambungnya, “Jika tidak melindungi akarnya, globalisasi kuliner Korea tidak berarti”. Saat berkunjung ke Korea Selatan pada awal Agustus 2015 dalam mengikuti program Samsung SEA-Korea Tour, Liputan6.com hanya melihat teaser program Chef Edward Kwon pada layar televisi di kamar tempat menginap, yakni di hotel The Shilla.

Bistro Seoul

Akan tetapi, apa yang disampaikan oleh Chef dengan pengalaman di hotel-hotel mewah di Amerika dan Uni Emirat Arab tersebut bisa dijumpai pada berbagai restoran di Korea yang disambangi. Senin, 3 Agustus 2015, makan siang pertama di Seoul dihabiskan di distrik eksklusif Gangnam.

Tepatnya di Bistro Seoul yang berada dalam gedung Oakwood Hotel. Mengambil lokasi di skema metropolitan yang dicirikan dengan jajaran gedung-gedung pencakar langit, atmosfer urban nan elegan dari restoran ini cukup jelas terasa meski ornamen-ornamen tradisional Korea yang terlihat pada dinding display kayu dan keramik ataupun lampu-lampu gantungnya mewarnai dekorasi ruangan.

Bistro Seoul

Pada rangkaian sofa memanjang yang berujung pada bar di bawah penerangan agak temaram, menu Chicken Deodeok Gui diantar oleh pramusaji yang melayani hingga bagian terakhir dari set menu kala itu. Deodeok adalah akar dari tanaman bunga bernama ilmiah Codonopsis Lanceolata. Ini menu appetizer khas musim panas. Ayamnya disajikan dalam temperatur dingin. Tak lupa semangkuk kimchi hadir menemani.

Sederatan masakan pun kemudian mengikutinya. Salah satu bagian dari menu utamanya adalah Grilled Marinated Chicken. Momen ini adalah bukti pertama yang didapat dalam perjalanan di sana yang menggambarkan bagaimana signature taste dari kuliner Korea hadir bukan dalam wujud menu tradisional. Dengan gamblang website restoran ini menyuarakan `Presents Today’s Korean Cuisine with Finest Beverages`.

Congdu Restaurant

Keesokan harinya, setelah menikmati sebuah pameran di Seoul Museum of Art yang gedungnya merupakan bekas Supreme Court di tahun 1920an, makan malam dihampiri dengan berjalan kaki menuju sebuah restoran yang posisinya menempel dengan istana Deoksugung dari masa Dinasti Joseon. Sebuah jalan kecil menjadi jalur final menuju tempat makan dengan arsitektur tradisional itu. Dalam sejarahnya, ini adalah tempat dimana ibu dari Kaisar menulis buku tentang bagaimana seharusnya wanita Korea bersikap.

Sedemikian rupa interior restoran mendukung tradisionalitas suasana yang diusung sejak awal. Di sini eksotika rasa dari wilayah Asia Timur ini dijumpai dalam balutan fine dining. Sesi pre-appetizer yang dalam bahasa Prancis disebut `Amuse Bouche` menyapa lidah dengan jumputan beberapa jenis herbal segar dan sedikit asam disertai sepotong daging ayam yang gurih. Sebagaimana dirujuk dengan term Prancis itu, menu ini adalah pilihan Chef sebagai pembuka makan malam.

Congdu Restaurant

Stir Fried Glass Noodle datang berikutnya dan menjadi penghantar menuju main course. Satu hal yang perlu disebut dari menu utama Roasted Chicken Breast with Chilli Paste Sauce adalah rasa sausnya yang menarik dan bisa dinilai cute. Bertanya pada awak yang tengah bertugas, diketahui bahwa saus itu terbuat dari campuran cabai, bawang dan wortel. Special Congdu Dessert yang berisi satu skop eskrim dengan berbagai pemanis bercita rasa tradisional menjadi penyimpul dari bagaimana eksotika cita rasa kuliner Negri Ginseng ini dikemas dalam kreasi terbaru di masa kini.

Masih terlalu banyak cerita yang bisa diutarakan tentang ragam kuliner di Korea. Anda bisa berkunjung ke restoran Wolhyang yang ada di daerah Itaewon untuk menikmati rice-wine, atau ke restoran Two Plus dan menyantap Korean BBQ. Satu hal yang sayang juga untuk dilewatkan adalah mencoba macam-macam jajanan street food yang bisa didapat salah satunya di kawasang Myeongdong. Bila akan ke sana, jadwalkan dalam rencana kegiatan Anda untuk menikmati pertunjukan jenaka NANTA Theater yang juga bertema kuliner.

(bio/igw)