Liputan6.com, Jakarta Tidak ada yang spesial saat menapaki kaki di dermaga pulau yang berjarak sekitar 8 km dari pusat Kota Manado ini. Air yang jernih, pasir yang putih, dan perahu-perahu nelayan yang bersandar di bibir pantai menjadi pemandangan umum yang bisa ditemui di pantai mana saja. Namun di balik kesan yang biasa itu, Pulau Siladen ternyata menyimpan keindahan bawah laut yang paripurna.
Selain Bunaken, Pulau Siladen juga merupakan pulau di Sulawesi Utara yang menjadi spot snorkeling unggulan. Untuk sampai ke lokasi ini, pengunjung harus menempuh perjalanan sekitar 45 menit menggunakan perahu boat dari dermaga Kota Manado.
Baca Juga
Harga sewa perahu boat untuk satu kali perjalanan sekitar Rp 300 ribu, harga ini menjadi dua kali lipat jika pengunjung menyewa untuk pergi dan pulang di hari yang sama. Meski lebih mahal, pengunjung bisa menggunakan perahu boat untuk berkeliling Pulau Siladen mencari spot menyelam yang bagus.
Advertisement
Saat tim Liputan6.com berkunjung, yang ditulis pada Senin (12/10/2015), cuaca Pulau Siladen sedang bersahabat, memancarkan rona pulau yang tenang, yang menjadi tempat yang tepat untuk sejenak menghindar dari kebisingan kehidupan kota.
Di pulau yang memiliki luas sekitar 31 hektar ini terdapat berbagai fasilitas wisata yang menarik, mulai dari kataraman (perahu beralas kaca), diving centre, penginapan dengan pemandangan pantai, hingga warung makan yang menyediakan berbagai menu khas pesisir.
Bagi Anda penggila olahraga menyelam, aktivitas snorkeling dan scuba diving menjadi pilihan yang tepat untuk menikmati keindahan Pulau Siladen. Namun demikian, Anda perlu menyediakan alat snorkel sendiri, selain untuk menghemat biaya, alat snorkel yang disewa kerap tidak sesuai ukuran dan keinginan.
Alfred, seorang guide yang membuka jasa open trip Bunaken dan Siladen mewanti-wanti wisatawan, “Kalau mau snorkeling jangan injak karang, nanti dia bisa hancur dan mati. Untuk menghidupkannya lagi kan butuh waktu yang lama.”
Kekhawatiran Alfred bukan tanpa alasan, pasalnya pria asli Manado ini kerap menemukan wisatawan lokal yang membandel. “Wisatawan asing itu lebih mengerti daripada wisatawan lokal, mereka tidak injak karang. Wisatawan lokal itu datang, foto-foto, injak-injak, lalu pulang meninggalkan kerusakan.” ujar Alfred kemudian. (Ibo)