Liputan6.com, Jakarta Mungkin Anda kerap mendengar Jalur Sutera, rute yang digunakan untuk jual-beli kain sutera dari Tiongkok. Namun, baru sedikit orang yang menyadari jalur rempah. Apa itu jalur rempah? Sejarawan JJ Rizal mengatakan, jalur rempah sejatinya sama dengan jalur sutera. Bahkan seharusnya, jalur sutera yang dikenal sekarang bernama jalur rempah. Lantas, mengapa jalur itu justru dinamakan jalur sutera?
"Komoditas utama yang diperdagangkan di Jalur Sutera sebenarnya adalah rempah-rempah. Komoditas itu diambil dari Indonesia, dibawa melalui jalur sutera ke negara-negara lainnya. Namun, karena orang China berotak bisnis, maka diciptakanlah nama yang sesuai komoditas mereka yakni sutera," kata Rizal di Jakarta, Senin (12/10/2015).
Baca Juga
Jalur tersebut sangat penting. Sebab, dari adanya jalur itulah, lahir ilmu-ilmu baru. Bagaimana bangsa asing harus bersusah payah menempuh perjalanan ribuan kilometer untuk mendapatkan rempah menghasilkan ilmu-ilmu baru. Namun, menurut Rizal, fakta sejarah itulah yang belum banyak diketahui. Maka, itulah pentingnya belajar sejarah.
Advertisement
Bagi sebagian orang, belajar sejarah di sektor pendidikan formal mungkin terasa membosankan. Namun sedikit mengutip perkataan Presiden Pertama RI Soekarno yang terkenal, "Jas Merah", jangan sekali-kali meninggalkan sejarah. Sebab, bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarah bangsanya.
Yayasan Musem Indonesia pun mengajak generasi muda untuk belajar sejarah dengan cara yang lebih menyenangkan. Dengan mendengarkan dongeng, diorama, dan diskusi dalam perhelatan Museum Week 2015, belajar sejarah akan lebih menyenangkan.
Museum Week 2015 akan diselenggarakan pada 18-25 Oktober 2015 di Museum Nasional Jakarta. Acara ini digelar setiap hari kecuali pada tanggal 18 Oktober karena hanya untuk undangan, serta 22 dan 23 Oktober karena ada kunjungan tamu negara, mulai pukul 10.00-21.00 WIB. Pengunjung tak akan dipungut biaya.
Dalam Museum Week 2015 ini, akan dikupas tuntas lima jenis rempah dengan pemanfaatan tertinggi di Indonesia yakni kapur barus, cengkeh, pala, lada, dan kayu manis. Hani Fibianti content director Yayasan Museum Indonesia mengatakan, acara tersebut bertujuan supaya materi rempah sebagai kekayaan asli Indonesia bisa dipahami oleh generasi muda.
Bahkan dengan mengundang Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan, Hani berharap perlahan materi sejarah tersebut akan masuk ke dalam kurikulum pendidikan.
Â
(Uno/Nad)