Sukses

Melihat Koleksi Museum Desa di Cilacap

Intip barang-barang lawas seperti centong, setrika besi, Lesung, dandang, cangkriman, dan masih banyak lagi di Museum Naladipa.

Liputan6.com, Cilacap  Irene, 11 tahun, terlihat sangat bersemangat. Siswa SDN 1 Dermaji itu terlihat mengamati berbagai benda koleksi Museum Naladipa. Bersama teman-temannya, ia terlihat antusias mendengar penjelasan dari penjaga museum.

“Saya paling suka melihat setrikaan tua sama benda-benda rumah tangga,” kata Irene kepada Liputan6.com, Kamis (13/11).

Letak museum yang tak jauh dari sekolahnya membuat ia sering ke tempat itu. Sesekali ia mengajak orang tuanya saat libur sekolah untuk melihat museum yang diresmikan dua tahun lalu.

Adalah Kepala Desa Dermaji Kecamatan Lumbir Banyumas, Bayu Setyo Nugroho yang menggagas museum itu. “Awalnya saya melihat di salah satu rumah warga saya, ada nenek yang menanak nasi menggunakan pawon atau tungku. Saya berpikiran, suatu saat nanti anak saya bisa tidak tahu dengan pawon ini,” katanya.

Menurut dia, benda-benda rumah tangga adalah penanda peradaban. Anak-anak, kata dia, harus dikenalkan dengan benda itu untuk melawan lupa.

Museum yang diresmikan 17 Juni 2013 oleh Bupati Banyumas Achmad Husein itu, mempunyai koleksi alat-alat rumah tangga. Di antaranya, centong, gosokan, parutan, Lesung, dandang, cangkriman, dan lainnya.

Selain itu ada juga, uang kuno, mesin tik, setrika besi, radio kuno dan lainnya. Alat-alat pertanian zaman dulu juga menjadi koleksi museum itu.

Bayu menambahkan, museum itu merupakan cara bagi desanya untuk melihat sejarah perkembangan desa. Jika tak didokumentasikan, maka alat-alat khas desa bisa hanya tinggal kenangan. “Koleksinya juga mencerminkan perkembangan masyarakat agraris desa,” ujarnya.

Ia menambahkan, benda di museum bisa menceritakan tahapan peradaban masyarakat desa. Pesannya adalah kearifan lokal yang hingga kini masih terjaga.

Museum yang terletak di lantai dua kantor desa setempat ini, berisi ratusan koleksi benda yang digunakan masyarakat. Mulai dari alat perlengkapan rumah tangga, bercocok tanam, pertahanan diri, seni budaya hingga alat komunikasi masyarakat desa. Sebagian besar dari koleksi artefak ini telah dianggap sebagai masa lalu bagi masyarakat sekarang.

Ia berharap, museum itu bisa menjadi penghubung masa lalu generasi sekarang, untuk membangun masa depan yang lebih baik. “Kami juga memanfaatkan teknologi internet untuk menembus sekat jarak dan waktu,” kata dia menambahkan.

Wiyono, pengelola museum mengatakan, meski berisi benda-benda sederhana dari masa lalu, namun museum di desa yang berada 55 kilometer arah barat daya Kota Purwokerto ini tak pernah sepi pengunjung. Selain para pelajar, sejumlah tokoh nasional, pejabat daerah hingga Kementerian Komunikasi dan Informasi juga sempat berkunjung ke museum tersebut. “Di tengah perkembangan internet masuk desa, di desa ini alat komunikasi tradisional berupa kenthongan juga masih terjaga dan digunakan,” katanya.

Ia menambahkan, selain berisi artefak, museum yang menggunakan nama lurah pertama Dermaji ini juga menyimpan berbagai rekaman dan ulasan tentang kebudayaan desa tersebut. Seperti, tradisi sunat, upacara jelang panen padi dan gubrag lesung, kesenian kentongan, pengobatan sakit gigi tradisional, dolanan anak umbul, dan berbagai tradisi lainnya. “Kami dokumentasikan lewat audiovisual,” katanya.

(Aris Andrianto /Atw)