Liputan6.com, Jakarta Lawang Sewu merupakan ikon bagi pariwisata Semarang. Tak hanya memiliki bentuk menawan, gedung yang dibangun sejak 1904 dengan nama Het Hoofdkantoor van de Netherlandsch-Indische Spoorweg Maatscappij (NIS) ini juga dilingkupi sejarah yang panjang.
Lawang Sewu awalnya difungsikan sebagai kantor pusat NIS, sebuah perusahaan kereta api swasta di masa pemerintahan Hindia Belanda. Dibangunnya Lawang Sewu juga menjadi tanda bagi perkembangan awal dunia perkeretaapian di Indonesia.
Baca Juga
Sempat digunakan sebagai markas tentara Jepang dan TNI, gedung yang bergaya art deco dengan daun jendela berjumlah 928 ini kemudian digunakan oleh Dinas Perhubungan pasca Indonesia merdeka.
Advertisement
Merunut sejarahnya yang panjang, Lawang Sewu menjadi perhatian khusus bagi Pemerintah Kota Semarang. Berdasaran SK Walikota Semarang Nomor 650/50/1992, Lawang Sewu oleh Pemerintah Kota Semarang kemudian ditetapkan sebagai salah satu bangunan kuno bersejarah, yang patut dilindungi.
Waluyo, salah satu pemandu wisata di Lawang Sewu saat ditemui Liputan.com, Kamis (12/11/2015) menuturkan, setelah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya, Lawang Sewu tak hanya menjadi ikon kota Semarang, tetapi juga menjadi wadah bagi setiap anak bangsa untuk mengetahui dan mempelajari sejarah perkeretaapian di Indonesia.
“Lepas dari kesannya yang angker, seperti anggapan banyak orang, banyak aktivitas wisata yang ditawarkan Lawang Sewu bagi para wisatawan, khususnya para pelajar. Museum ini menyediakan berbagai dokumentasi, foto-foto kuno, galeri, dan sejarah kerata api di Indonesia,” ungkap Waluyo.
Lebih jauh Waluyo mengatakan, di mata masyarakat umum, kini Lawang Sewu lebih dikenal dengan kesan angkernya ketimbang ilmu pengetahuan yang ditawarkannya. Hal ini yang menyebabkan masyarakat umum kurang menyadari arti penting dari keberadaan Lawang Sewu bagi Indonesia. Padahal keragaman alam dan budaya merupakan salah satu pesona Indonesia.
“Kami terus berusaha untuk menghilangkan kesan angker pada Lawang Sewu secara perlahan-lahan. Salah satunya dengan mengatakan bahwa bawah tanah itu (yang ada pada Lawang Sewu) bukanlah tempat eksekusi pemenggalan, tapi hanya drainase. Drainase sengaja dibuat, tak hanya untuk menyalurkan kelebihan air, tetapi juga berfungsi sebagai pendingin udara alami untuk ruangan yang ada di atasnya. Jadi ini hanya menjelaskan tentang arsitek zaman dulu, yang perlu kita tahu dan pelajari sekarang,” kata Waluyo menambahkan.
Selain terus berupaya menghilangkan kesan angker dan menyeramkan pada Lawang Sewu, Waluyo juga mengharapkan gedung bersejarah ini akan lebih maju ke depannya, dan lebih banyak dikunjungi wisatawan, khususnya para pelajar muda. Agar mereka tahu tentang sejarah perkeretaapian di Indonesia, dan mempelajarinya secara utuh.
“Jangan lagi kesan menyeramkannya pada Lawang Sewu mengubur kekayaan pengetahuan sejarah yang ada di baliknya, sehingga anak-anak merasa takut dan tidak mau datang berkunjung kesini” ungkap Waluyo. (Ibo)