Liputan6.com, Jakarta Bogor memiliki banyak lokasi dan atraksi wisata yang tak kalah menarik dibandingkan dengan kota lainnya, salah satunya tempat pembuatan gong tertua di Jawa Barat. Terkenal dengan produknya yang telah mendunia, Gong Factory telah berdiri sejak zaman kolonial sekitar 370 tahun lalu.
Baca Juga
Ketika tim Liputan6.com pada Rabu (16/12) mengunjungi tempat ini, kami disambut oleh Pak Sukarna, pemilik dari pabrik gong yang sudah berusia 91 tahun. Pak Sukarna merupakan generasi keenam pengelola pabrik gong yang terletak di Jalan Pancasan No. 17, Kelurahan Pasirjaya, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, ini.
Advertisement
Baca Juga
Memasuki dapur pembuatan gong ini, kami juga disambut dengan suara dentingan menarik ketika para pegawai Pak Sukarna menempa tembaga dan timah panas yang dibakar. Selain itu, hawa panas dari pembakaran bahan baku gong tersebut tak menyurutkan keceriaan dan kerja sama para pengrajin gong saat menempanya.
Gong Pancasan merupakan salah satu tempat pembuatan gong yang masih berjalan sejak zaman kolonial dan masih menjaga kelestarian tradisionalnya. Hingga sekarang, tempat ini menjadi salah satu tempat bersejarah di Kota Bogor
Pak Sukarna menuturkan bahwa untuk memenuhi kebutuhan bahan baku gong, pabriknya mendapat bantuan dari pemerintah pusat dan daerah. Bahan baku yang digunakan untuk membuat Gong adalah tembaga, perunggu, dan timah, perunggu yang dipakai berasal dari Bangka Belitung.
Harga satu set gamelan Jawa di Gong Factory cenderung lebih mahal daripada gamelan Sunda karena instrumennnya lebih banyak serta penggunaan jenis bahan baku mempengaruhi harga jual. Jika Anda berminat membeli satuan, harga gong berdiameter 80 cm dijual paling tinggi dengan harga 17 juta untuk turis domestik, dan 20 juta untuk turis asing.
Sampai sejauh ini, pesanan gong kebanyakan berasal dari sanggar seni, sekolah, atau kalangan pemerintah saja. Terkadang ada saja turis asing yang datang ke Gong Factory untuk membeli gong sebagai cenderamata.
Dalam sehari, pabrik ini hanya mampu menghasilkan dua gong besar dengan metode tradisional yang tetap mereka jaga hingga kini. Mulai dari mencampurkan timah dan tembaga sebagai bahan dasarnya, kemudian mencetaknya dengan bantuan cetakan tanah liat, menempanya, hingga dibersihkan dari kerak oksidasi yang menghitam.
Untuk membuat alat musik bukan sekadar pekerjaan fisik dan perlu keahlian khusus, serta jiwa seni yang tinggi untuk menghasilkan alat musik yang bernada tepat. Para pengrajin sekaligus seniman di Gong Factory sudah berpengalaman belasan bahkan puluhan tahun, mengatur nada pada alat musik yang dibuat dan sudah teruji selama enam generasi.
Pak Sukarna juga mengungkapkan kekhwatirannya perihal eksistensi alat musik tradisional di kalangan anak muda zaman sekarang, yang kurang minat untuk mengenal budayanya sendiri.
"Banyaknya budaya asing yang masuk ke negeri ini menjadi salah satu faktor kurangnya pengetahuan bangsa terhadap budayanya sendiri. dan kurangnya keinginan dan kemauan mereka untuk mengenal kekayaan nusantara," ujar Pak Sukarna yang sudah mewariskan ilmunya pada salah satu anaknya untuk mengelola tempat tersebut.**
Â
 **Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6