Liputan6.com, Jakarta Masyarakat Ekonomi ASEAN atau yang biasa disebut dengan MEA, baru saja dibentuk di seluruh Asia, termasuk Indonesia. Bukan tidak menimbulkan efek apa pun, MEA adalah sebuah pasar tunggal untuk negara-negara ASEAN yang memberlakukan integrasi kawasan yang menciptakan kebebasan dalam perdagangan barang, jasa, modal investasi, dan tenaga kerja. Salah satu yang harus siap menghadapi MEA adalah industri desain di Indonesia.
The Singapore Dialogue for Design diadakan di Hotel Pullman, Jakarta pada Rabu (17/2/2016) sebagai wadah untuk melakukan diskusi tentang desain di Indonesia dan Asia.
Baca Juga
Dengan mengangkat tema "Rise to the Challenge of Future Design Business in Indonesia and Beyond" (Menghadapi Tantangan Masa Depan Bisnis Desain di Indonesia dan Sekitarnya) Singapore Tourism Board (STB) mengadakan The Singapore Dialogue for Design di Hotel Pullman, Jakarta pada Rabu (17/2/2016) sebagai wadah untuk melakukan diskusi tentang desain di Indonesia dan Asia.
Advertisement
Konten diskusi dibagi menjadi dua panel. Panel diskusi pertama difokuskan pada implikasi bisnis dari kesadaran masyarakat, merek dagang, dan hak desain, yang diberi judul "Gerakan Untuk Hak Desain dan Kesadaran Masyarakat."
Pembicara yang dihadirkan dalam panel diskusi yang pertama ini adalah Alvin Tjitrowirjo, Doddy Tjahjadi, dan Ernie Koh, dengan seorang moderator Ferry Tanok.
Alvin Tjitrowirjo adalah seorang desainer produk Indonesia yang karyanya berfokus pada heritage pieces, dan telah diakui di kancah internasional. Doddy Tjahjadi adalah seorang Arsitek dan Direktur dari PTI Architects (Prada Tata Internasional). Ernie Koh adalah seorang Presiden dari Singapore Furniture Industries Council (SFIC), Direktur Eksekutif dari Koda Ltd dan Richin Furniture Dekorasi Pte Ltd, sekaligus duta dari Green Initiatives and Sustainability. Sedangkan sang moderator Ferry Tanok adalah seorang Associate MPG Media dan mantan Pemimpin Redaksi Home and Decor Indonesia.
Dalam kesempatan diskusi di panel yang pertama, Alvin sempat megatakan bahwa desain Indonesia sedang menjadi sorotan dan desainer Indonesia memiliki banyak sekali hal untuk dibanggakan. Menurutnya, tidak ada waktu yang lebih baik dari saat ini untuk mulai menunjukkan hasil karya para desainer Indonesia ke kancah internasional.
Hak desain
Hak desain
Panel diskusi ini juga menekankan kepada pentingnya kesadaran masyarakat akan orisinilitas dan hak desain dari sebuah produk.
Ernie Koh sempat memberikan pendapatnya mengenai mengapa produk lokal terkadang memiliki harga lebih mahal. "Harga itu bukan hanya soal uang yang Anda keluarkan untuk sebuah produk. Jika hanya soal uang, maka semua orang yang punya uang, bisa memiliki barang apa saja yang mereka mau. Harga itu juga soal proses membuat produk tersebut," papar Ernie Koh.
Menanggapi hal tersebut, Doddy juga menceritakan pengalamannya saat bersekolah di Australia. Ia mengatakan bahwa di sana orang tidak boleh melakukan copy paste seenaknya, bahkan dari sebuah buku yang akan dijadikan acuan pembelajaran sekali pun.
"Di sana, orang hanya boleh me-copy beberapa kalimat saja dalam satu buku. Beda dengan di Indonesia. Di sini, orang-orang me-copy satu buku. Di sana hal itu tidak boleh terjadi," cerita Doddy. Ia melengkapi ceritanya bahwa hal ini dilakukan untuk mencegah munculnya tindakan plagiarisme.
Satu hal lagi yang menjadi topik menarik saat diskusi berlangsung adalah pertanyaan bagaimana para desainer ini bisa mendapatkan dukungan di luar negri, khususnya Singapura, sedangkan seperti yang semua orang ketahui, untuk mendapatkan dukungan di Indonesia, terutama pemerintahnya, itu sulit sekali. Ernie Koh menjawabnya dengan sederhana.
"Yang terpenting bagi pemerintah Singapura ketika Anda ingin membuat sesuatu adalah Anda juga diharuskan melakukan transformasi di bidang industri. Itu kuncinya," jawab Ernie.
Panel diskusi pertama berakhir dengan kesimpulan bahwa dengan hadirnya MEA ini, masyarakat Indonesia diharapkan lebih memahami mengenai orisinilitas dan hak desain. Sedangkan panel diskusi yang kedua lebih difokuskan kepada kualitas dan orisinilitas desain, bagaimana peran para desainer dalam mengembangkan bisnis yang baik. Diskusi panel kedua ini diberi judul "
Advertisement
Orisinilitas Untuk Bisnis yang Baik
." Pembicara yang dihadirkan dalam panel ini adalah Melinda Sutanto, Ario Danar Andito, dan Timo Wong. Melinda Sutanto adalah pendiri dari Arbor & Troy. Ario Danar Andito adalah seorang Parameter Architecture. Timo Wong adalah salah seorang pendiri dari Studio Juju. Sedangkan panel ini dimoderatori oleh Lim Masulin, seorang pendiri BYO Living dan retailer furnitur.
Menurut mereka, good design is a good business. Timo Wong menambahkan bahwa seorang desainer harus mengutamakan aspek orisinilitas, karena menurutnya menjadi orisinil itu esensial. Sedangkan Ario menimpalinya dengan mengatakan bahwa menjadi originality adalah sebuah keniscayaan, dan bagaimana untuk membuat sebuah desain yang orisinil, adalah dengan retype (membuat kembali). Melinda tak kalah dengan pendapatnya yang mengatakan, "White shirt is white shirt. Subjektifitas itu penting. Maka, saya memasukkan unsur personal touch untuk ditawarkan kepada pelanggan," jelas Melinda.
Acara diskusi ini digelar sebagai bagian dari perkenalan dan preview Singapore Design Week (SDW) yang telah berlangsung untuk ketiga kalinya tahun ini. SDW adalah sebuah perayaan desain penting di Asia, diselenggarakan pada tanggal 8 sampai 20 Maret 2016 di berbagai lokasi di Singapura.
The Singapore Dialogue for Design ini mengangkat pentingnya SDW untuk industri desain Indonesia dalam hal eksposur regional dan internasional serta kesempatan networking. Diskusi ini memungkinkan komunitas desain untuk memajukan dan mempengaruhi industri untuk menjadi lebih progresif di Indonesia, menggunakan Singapore Design Week 2016, sebagai peluang strategis.
Â
**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6