Sukses

Sosok di Balik Puisi Rangga yang Menggetarkan Cinta di AADC 2

Sama dengan garapan film pertamanya, AADC 2 juga bertaburan puisi-puisi dari Rangga yang menggetarkan.

Liputan6.com, Jakarta Peluncuran Film Ada Apa dengan Cinta 2 yang bersamaan dengan Hari Puisi Nasional tentu bukan tanpa pertimbangan. Pasalnya puisi, yang menurut paham Sapardi Djoko Damono adalah upaya manusia untuk menciptakan dunia yang sepele ke dalam kata untuk menghayati hal yang lebih besar, menjadi “ruh” di film garapan Riri Riza .

Setidaknya ada empat puisi romantis menggetarkan hati, yang dibuat oleh Rangga untuk Cinta dalam film ini. Puisi-puisi tersebut antara lain berjudul Batas, Pagi di Central Park, Tidak Ada New York Hari Ini, dan Pukul 4 Pagi, yang diambil dari buku kumpulan puisi Tidak Ada New York Hari ini karya penyair Aan Manshur.

Penyair Aan Manshur saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (28/4/2016) mengungkapkan, sejak menyetujui ikut terlibat dalam pembuatan film Ada Apa dengan Cinta, dirinya mengaku banyak melakukan riset.

“Saya menonton berkali-kali AADC lagi, saya membaca skenario AADC 2, saya membaca buku-buku tentang New York, karena saya belum pernah ke New York. Saya juga mengikuti sejumlah street fotografi dan blog mereka,” katanya.

Bagi Aan Manshur, puisi romantis bukan sekadar gombalan dan permainan kata belaka. Saat menulis puisi romantis, dirinya mengaku tidak ada niatan untuk menggombal. “Saya selalu menyimpan lapisan-lapisan lain selain persoalan perasaan di balik puisi-puisi saya. Menulis puisi, bagi saya, sebagaimana menulis apa pun yang lainnya adalah urusan berpikir, bukan semata urusan merangkai kata-kata,” ungkapnya.

Berikut salah satu puisi Aan Manshur yang ada di film Ada Apa dengan Cinta 2:

Batas
Semua perihal diciptakan sebagai batas. Membelah sesuatu dari sesuatu yang lain. Hari ini membatasi besok dan kemarin. Besok batas hari ini dan lusa. Jalan-jalan memisahkan deretan toko dan perpustakaan kota, bilik penjara dan kantor walikota, juga rumahmu dan seluruh tempat di mana pernah ada kita.

Bandara dan udara memisahkan New York dan Jakarta. Resah di dadamu dan rahasia yang menanti di jantung puisi ini dipisah kata-kata. Begitu pula rindu, hamparan laut dalam antara pulang dan seorang petualang yang hilang. Seperti penjahat dan kebaikan dihalang uang dan undang-undang.

Seorang ayah membelah anak dari ibunya — dan sebaliknya. Atau senyummu, dinding di antara aku dan ketidakwarasan. Persis segelas kopi tanpa gula menjauhkan mimpi dari tidur.

Apa kabar hari ini? Lihat, tanda tanya itu, jurang antara kebodohan dan keinginanku memilikimu sekali lagi.

Video Terkini