Liputan6.com, Jakarta Pasca peraturan ekonomi Abenomics, para pegawai di Jepang mengalami penurunan kesejahteraan. Dari mulai pemotongan gaji hingga bertambahnya jam kerja. Selama dua sampai tiga tahun terakhir, pegawai di Jepang bisa dikatakan berada pada titik yang buruk.
Di Jepang, istri memegang peranan penting dalam mengatur gaji suaminya. Saat gaji menurun, imbasnya ada pada uang harian sang suami. Dikutip dari Bloomberg, Minggu (3/7/2016), uang harian pegawai di Jepang pada 2016 mencapai titik terendah ketiga berdasarkan sebuah survei yang dimulai sejak 1979.
Titik terburuknya sejauh ini ada pada tahun 1982 dan kedua terburuk jatuh pada tahun lalu. Survei itu diadakan oleh Shinsei Bank yang berbasis di Tokyo.
Advertisement
Uang harian itu pun berpengaruh ke jatah makan para pegawai. Pakar ekonomi dari SMBC Nikko Securities, Koya Miyamae, mengatakan, sulit bagi pria Jepang untuk menegosiasikan masalah uang harian dengan istrinya.
"Uang harian para pria di Jepang adalah hal pertama yang paling mudah dipotong sang istri ketika gaji mereka menurun. Tidak ada kabar baik bagi uang harian para pria di masa depan selagi gaji belum membaik," kata Miyamae yang juga mengalami pengalaman serupa beberapa tahun terakhir.
Biaya makan siang yang dikeluarkan para pegawai di Jepang pun berkurang sekitar 2,3 persen menjadi 587 yen. Jumlah itu setara Rp 75.000. Sementara pada wanita justru meningkat 1,2 persen menjadi 674 yen atau Rp 86.000.
Katsunori Hayano, seorang kurir pengiriman di Jepang, mengaku, uang hariannya memang berkurang beberapa waktu terakhir. "Ekonomi sedang buruk, gaji menurun. Sekarang saya tidak bisa bersenang-senang pada hari libur, saya di rumah saja," ia menuturkan.
Sementara itu Kohei Oyama, arsitek, mengatakan, kondisi ekonomi di negaranya tidak terlalu berpengaruh ke kehidupannya sehari-hari. Ia tetap bisa belanja seperti biasa bahkan toko yang menjual pakaian murah bisa jadi ikut menurunkan harga. "Itu tidak terlalu buruk," ungkapnya.