Liputan6.com, Jakarta Pada tanggal 7 Oktober 2016 Yayasan Design+Art Indonesia kembali mempersembahkan festival seni dan desain, Indonesian Contemporary Art & Design (ICAD). Festival tahunan ini menjadi penyelenggaraan yang ke-7, sejak ICAD kali pertama dilaksanakan pada 2009.
Tahun ini, ICAD adak hadir lebih besar dan lebih luas, melibatkan kolaborasi dengan berbagai kelompok pelaku kreatif dan pusat kebudayaan. Bertempat di Grand Kemang Hotel, sebagai lokasi utama ICAD tahun ini mengusung tema ‘Seven Svene’. ICAD akan berlangsung dua bulan dari 7 Oktober hingga 7 Desember 2016.
ICAD 2016 akan menampilkan 7 projek kolaborasi. Ketujuh proyek ini digerakkan oleh 7 insan kreatif dari berbagai disiplin. Mereka adalah Agun Kurniawan (seni rupa), Budi Pradono (arsitektur), Eko Nugroho (seni rupa), Hermawan Tanzil (desain grafis), Oscar Lawalata (desain Tekstil), Tita Salina (urban plan), Tromarama (videografi)
Selain 7 proyek kolaborasi, akan ada juga instalasi fashion kontemporer yang melibatkan karya dari empat seniman dan desainer yaitu Anton Ismael (fotografi), Felicia Budi (desainer), Marishka Soekarna (seni rupa), dan Tommy Ambiyo (desainer).
Advertisement
ICAD 7 juga menampilkan produk kreatif pada zona Artist Mechandises. Tergabung dalam zona ini adalah produk dari Ary Indra, Arya Panjalu, Atelir TE, Dian Utami Ningrum, DGTMB, Fatchurohman, Gembong Wi, Harry Purwanto, Itjuk, Michelle Sonya Koeswoyo, Oscar Lawalata, Permanasari Herawaningsih, PoLkAA Goods dan Rukuruku.
Sedangkan karya dari ACG (arsitektur, Indonesia), Jakarta Vintage (desain interior, Indonesia, Fondazione Vico Magistretti (arsitektur, Italia), dan Tero Annanolli (seniman visual, Finlandia) akan dipamerkan sebagai Special Appearance.
Sebagai sebuah festival kreatif, ICAD juga diisi dengan berbagai rangkaian kegiatan lain, yag bertujuan untuk menginspirasi dan mendekatkan seni kepada publik. Selama periode festival, akan diadakan lima konvensi tentang desain, seni, kriya, dan film, yang akan diselenggarakan di Grand Kemang Hotel.
Konvensi ini akan menampilkan sejumlah pembicara dalam dan luar negeri, antara lain: Ricky Pesik (wakil Kepala Bekraf), Farah Wardani (National Gallery Singapore_, Timmy Chou (Akuma Design Taiwan), dan Francesco Librizzi (Arsitek Italia). Sementara konvensi film akan berkolaborasi dengan Motion Picture Association (MPA) dan Asosiasi Produser Film Indonesia (APROFI). Instalasi teater ini kembali hadir dengan menyajikan film-film Prancis, berkolaborasi dengan IFI.
Selain itu ada juga kegiatan kolaborasi dengan sentra-sentra kreatif di area Kemang berupa pemutaran film restorasi dan diskusi film di Kinosaurus Jakarta, dan juga bedah buku di CoffeWar kawasan Kemang Timur.
ICAD dibuka pada 7 Oktober 2016, dengan pembawa acara Steni Agustaf dan Rahmah Umayya. Sambutan juga diberikan Mr. Richard Daguise CEO & MD dari Grand Kemang Hotel, Diana Nazir sebagai Direktur Festival dari ICAD, dan Triawan Munaf Ketua dari Bekraf Indonesia. Pada malam pembukaan juga tampil kelompok tari yang telah menuai banyak prestasi di dalam dan luar negeri, Nan Jombang Dance Company.
Direktur Festival, Diana Nazir menyebutkan, sejak penyelenggaraan pertama, ICAD dimaksudkan sebagai ajang kolaborasi berbagai lintas disiplin di dunia kreatif. Salah satu misi ICAD adalah menjadikan seni dan desain lebih dekat dan lebih relevan bagi masyarakat.
Diharapkan dengan perluasan area festival di kawasan Kemang dan perkembangan aktivitas pengisi festival, ICAD Seven Scenes dapat menginspirasi publik untuk membaca ruang dan kota sebagai suatu gagasan, dimana seni dan desain dapat menjadi medium untuk mengekspresikan gagasan tersebut.
Banyaknya kolaborasi dalam penyelenggaraan ICAD juga ditujukan untuk semakin memperkokoh pencapaian ICAD sebagai inisiator penggabungan seni, desain, teknologi, hiburan, dan industri perotelan dalam satu festival. Bagi Harry Purwanto, selaku ketua Yayasan Design+Art Indonesia, “Angka 7 adalah angka yang istimewa dan menyimbolkan pencapaian. Jadi tahun ini kami harus mengeksplorasilebih jauh lagu kekayaan kreativitas dan kearifan lokal Indonesia melalui pencekatan kontemporer – yaitu dengan kolaborasi antar pelaku kreatif.”
(Achmad Rully)