Liputan6.com, Jakarta Banyak penyebab dari retaknya sebuah hubungan rumah tangga. Mulai dari penyakit jangka panjang, masalah finansial, hingga masalah kecil seperti pembagian tugas di dalam suami istri. Namun, seperti dilansir dari Goodhousekeeping.com, Senin (1/8/2016), penelitian terbaru menemukan penyebab utama, yaitu apakah sang suami bekerja atau tidak.
Baca Juga
Advertisement
Sebuah penelitian terbaru yang diterbitkan oleh American Sociological Review dilakukan kepada 6300 pasangan, dan dalam jangka waktu wawancara tahun 1968 hingga 2013. Hasilnya, risiko perceraian lebih tinggi pada pernikahan dengan suami pengangguran, dibandingkan suami yang memiliki pekerjaan tetap dan memiliki andil dalam keuangan keluarga.
Selain itu, perceraian juga tergantung dari waktu dimana sebuah pasangan memutuskan menikah. Para peneliti menemukan, pasangan yang menikah sebelum tahun 1975 mengalami masalah perkawinan berkaitan dengan pekerjaan rumah tangga. Sedangkan pasangan yang menikah setelah 1975, banyak disebabkan oleh suami yang pengangguran.Â
Kenapa tahun 1975? Karena sebelumnya, tidak banyak wanita yang bekerja tetap sehingga para suami berharap para istri apik dalam mengurus pekerjaan rumah tangga. Namun setelah para wanita bergabung dengan tenaga kerja di tahun 1975, banyak hal yang bergeser. Saat wanita tidak lagi wajib mengurus pekerjaan rumah tangga, pria tetap diharapkan untuk menjadi sumber pendapatan utama.
Maka dari itu, pria yang tidak bekerja menjadi alasan yang umum perceraian terjadi. Kehilangan pekerjaan memberikan dampak depresi dan kesehatan mental, dan banyak pernikahan yang tidak bertahan ketika dilanda oleh permasalahan ini.