Liputan6.com, Jakarta Saur Marlina Manurung atau lebih dikenal dengan nama Butet Manurung, siapa yang tak mengenal sosok wanita hebat nan inspiratif satu ini?
Baca Juga
Advertisement
Butet Manurung mulai dikenal oleh banyak orang karena kisahnya mengajarkan baca dan tulis bagi anak-anak suku Anak Dalam di kawasan konservasi Taman Nasional Bukit Duabelas atau TNBD, Jambi, Sumatra Selatan.
Tujuh belas tahun sejak 1999, Butet Manurung dan 4 kawannya meninggalkan kehidupan di Jakarta untuk mengemban tugas berat ini, keluar masuk hutan beberapa kali agar kedatangan mereka diterima dengan baik.
Di acara Inspirato pada Selasa (23/8/2016), Butet menceritakan kepada tim liputan6.com beberapa kisah paling berkesan selama hidup di alam rimba.
"Mengajar di pedalaman, kita nggak bisa pake metode pendidikan di sini yang formal. Proses belajar di sana itu dengan bergelantungan di pohon, bukan duduk di dalam kelas. Kalo kita yang belajar dengan gelantungan di pohon, nggak bisa, kan? Iyalah, karena itu bukan bagian dari kebudayaan kita. Sama, belajar di dalam kelas juga bukan kebudayaan mereka," cerita Butet.
Pada awalnya, Butet Manurung dan beberapa temannya mencoba mencari tahu mengapa sistem pendidikan yang dicoba diajarkan kepada anak-anak di suku pedalaman selalu gagal. Salah satunya adalah bangunan sekolah yang dibangun, akhirnya dihancurkan dan digunakan sebagai kayu bakar.
"Bagi mereka, rumah itu kandang. Kebanyakan kita berpikir, ah, kasian ya, mereka nggak rumah, nggak beragama dan segala macem. Tapi buat mereka, kita ini lebih kasian lagi, punya rumah dengan ukuran kecil, sedangkan mereka punya 60.000 hektar tanah itu punya mereka semua. Makannya kenapa persepsi atau stereotip itu merugikan sekali," papar ibu dari satu anak ini.
Pada akhir acara Inspirato, Butet Manurung mengingatkan kembali bahwa bukan anak yang harus menyesuaikan sistem pendidikan yang ada, namun sistem pendidikanlah yang harus menyesuaikan dengan keadaan anak-anak mereka.