Liputan6.com, Jakarta Maraknya praktik bisnis wisata ilegal di Bali yang dilakukan warga negara asing membuat resah warga. Menanggapi hal ini, Dinas Pariwisata Daerah (Disparda) Provinsi Bali bersama Satpol PP akan melaksanakan penegakan hukum di bidang pariwisata. Langkah penertiban ini dilakukan dengan mengefektifkan Perda Nomor 5 Tahun 2016 tentang pramuwisata atau pemandu wisata.
Kunjungan mereka di Bali menggunakan fasilitas bebas visa, tapi melakukan kegiatan menjemput dan mengantar wisatawan di bandara selaku pemandu wisata. Selain itu, sebagai guide, mereka juga memimpin perjalanan wisman berkeliling destinasi wisata Bali. Bahkan, tidak sedikit yang menjual paket-paket wisata dengan harga di bawah batas kewajaran, termasuk ada yang berpraktik sebagai fotografer pre-wedding.
Untuk menghindari kesalahpahaman, Gubernur Bali I Made Pastika meminta kesediaan kelompok kerja dari Association of the Indonesian Tours & Travel Agencies (ASITA) untuk mendampingi selama melakukan tindakan penertiban tersebut.
Advertisement
“Agar tidak terjadi kekeliruan, misalnya salah tangkap,” ungkap juru bicara Komite Pasar China DPP ASITA, Hery Sudiarto, di Denpasar dalam rilis yang diterima Liputan6.com, Jumat (2/9/2016).
Komite China DPP ASITA diwakili oleh Cahaya Wirawan Hadi, Frangki, Han Prawira, Asman, Hery, Chandra Salim, dan Herman berdiskusi dengan Gubernur Bali I Made Pastika yang didampingi oleh Kadisparda Provinsi Bali dan Kepala Satpol PP Bali pada pekan lalu untuk membahas penertiban ini.
Berdasarkan data ASITA, tercatat sekitar 1.300 orang pemandu wisata Indonesia berbahasa Mandarin pada tahun 2010 ketika turis China yang berkunjung berkisar 300.000 orang. Sekarang jumlah turis bertambah menjadi satu juta orang dan jumlah pramuwisata berlisensi jelas kurang.
Apalagi kini mulai banyak wisman Tiongkok yang berwisata eksklusif, berjumlah dua orang atau grup keluarga. Mereka berani membayar mahal, tinggal di hotel-hotel berstandar bintang lima internasional. Bila dulunya hanya perlu satu orang pramuwisata untuk melayani 30 orang dalam satu grup, sekarang ini menjadi dua orang tamu memerlukan pelayanan dari satu orang pramuwisata. Hal ini dimanfaatkan oleh para pelaku bisnis wisata ilegal.
Selain melakukan penertiban, pemerintah juga mengatasinya dengan menyelenggarakan pelatihan dan pendidikan secara swadaya sehingga menghasilkan Pramuwisata Mandarin yang memiliki sertifikasi kompetensi sebagai syarat mendapatkan Kartu Tanda Profesi Pramuwisata (KTTP). Hal itu bisa dilakukan dengan menggandeng Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) yang telah ada di daerah, sehingga bisa dengan cepat menghasilkan pemandu wisata berbahasa Mandarin.
Diharapkan hal yang merusak pasar wisata di Bali, seperti praktik warga asing dari Tiongkok di Bali yang secara ilegal berlaku layaknya operator tur atau travel agent, dengan menawarkan dan menjual paket-paket wisata yang harganya jauh di bawah harga normal dapat segera diatasi. Karena dapat berakibat turunnya kualitas produk dan pelayanan wisata Bali dan merusak tata niaga.