Liputan6.com, Jakarta Patung dapat menjadi simbol sebuah kota, terlebih bila patung tersebut unik dan khas. Patung merupakan hasil perkembangan seni rupa di ruang publik yang tak bisa dilepaskan dari peran patronase pemerintah yang diawali di era Soekarno.
Presiden pertama Republik Indonesia ini memang mencintai seni. Terdidik sebagai insinyur bangunan pada awal tahun 1960-an ingin membuat Ibu Kota Jakarta, sebagai wajah dan pintu gerbang Indonesia.
Dr Ananda Moersid, pengajar seni rupa di Fakultas Seni Rupa Institut Kesenian Jakarta, mengatakan, mirip dengan ibu kota Amerika Serikat, Washington DC yaitu memiliki poros- poros utama dengan titik-titik tengaran, dari mulai Monumen Nasional (Monas) di pusat kota yang diawali tahun 1961 menyebar secara radial dan terus berkembang ke arah selatan.
Advertisement
"Di atas titik-titik tengaran tersebut berdiri antara lain Patung Pembebasan Irian Barat karya Edhi Sunarso di Lapangan Banteng dan patung perunggu Dirgantara di bundaran Pancoran," kata penulis yang akrab disapa Nanda ini kepada Liputan6.com, Kamis (8/9/2016).
Patung di ruang publik dahulu disebut sebagai seni monumental. Karena skalanya yang hampir selalu besar, kini lebih disukai istilah seni ruang publik. Selain pula, menyangkut pemrakarsa dan perupa pembuatnya, juga memperhitungkan manusia-manusia yang berinteraksi dengan karya yang berada di ruang publik.
Di balik patung-patung monumental yang berdiri di Jakarta, terselip kisah-kisah menarik. Setidaknya ada lima patung monumental yang menarik untuk dibahas.
1. Patung Selamat Datang
Patung Selamat Datang dari perunggu merupakan karya Trubus dan Edhi Sunarso berdasar sketsa ide dari Gubernur Jakarta saat itu yang juga pelukis Henk Ngantung.
Patung Selamat Datang dibangun untuk menyambut para atlet peserta Asian Games IV tahun 1962. Patung ini berada di depan Hotel Indonesia dengan posisi berdiri persis di atas air mancur bundaran Hotel Indonesia.
Sesuai dengan namanya, patung ini dibangun untuk memberikan salam selamat datang bagi para pendatang. Patung ini terdiri dari sepasang pria dan wanita yang mengangkat tangan kanannya. Sang wanita memegang bunga kecubung.
Posisi patung yang menghadap ke arah kota (utara) juga menunjukkan daerah kota berperan sebagai pusat bisnis, perdagangan, dan pendatang dari pelabuhan saat itu.
2. Patung Dirgantara
Soekarno memprakarsai ide pembuatan patung Dirgantara yang lebih dikenal dengan nama Patung Pancoran. Soekarno dikabarkan menyimpan harta karun di suatu tempat yang ditunjukan oleh patung perunggu tersebut.
Namun, menurut pengamat tata kota dari Universitas Trisakti Yayat Supriatna, patung ini menjadi simbol wilayah Pancoran. Arah patung menuju ke salah satu gerbang masuk Jakarta yakni Bandara Halim Perdanakusuma yang dulu bernama Bandara Cililitan.Â
Patung yang dibangun di depan Mabes AURI oleh Edhi Sunarso melambangkan selain semangat menjelajah angkasa juga melambangkan kemajuan yang dicita-citakan.
3. Patang PahlawanÂ
Patung Dirgantara merupakan awal awal dari karya perupa Indonesia dihargai di ruang publik selain karya-karya buatan asing seperti monumen Pak Tani di kawasan Kwitang buatan seniman Rusia, Matvei Manizer dan anaknya Otto Manizer.Â
Patung ini dibuat sebagai bentuk penghargaan kepada para pejuang kemerdekaan Indonesia, yang dilambangkan dengan seorang laki-laki yang memakai caping (topi pak tani) menyandang senapan dan sedang meminta restu pada wanita yang ada di sisinya untuk maju ke medan perang. Disebabkan karena topi capingnya itulah, maka orang-orang biasa menyebut patung ini dengan sebutan patung Pak Tani.
Namun, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada Kabinet Pembangunan IV Nugroho Notosusanto sempat mempermasalahkan patung ini karena tidak sesuai dengan unsur Pak Tani yang tidak seharusnya membawa senjata. Pak Tani pada patung juga terkesan angkuh dan tidak mewakili karakter bangsa. Namun nyatanya patung itu masih berdiri hingga saat ini dan sering disebut sebagai Tugu Tani.
4. Patung Pemuda Membangun
Patung ini juga sering disebut Patung Pizza Man atau Patung Laki-laki bawa obor. Patung ini dibangun sebagai penghargaan untuk pemuda dan pemudi dalam keikutsertaannya pada pembangunan Indonesia.
Patung ini dilambangkan dengan seorang pemuda gagah dan kuat yang sedang memegang piring berisi api yang tak pernah padam sebagai perwujudan semangat pembangunan yang tak pernah mati.
Yayat mengatakan, patung ini juga merupakan simbol dari kota baru yakni kota ke arah selatan. Jakarta diawali dari kota perdagangan di daerah utara yang kemudian berkembang ke arah selatan. Maka, patung ini terletak di Bunderan Senayan, tempat strategis sebagai titik temu antara Senayan sebagai pintu gerbang Jakarta Pusat dengan area Jakarta Selatan.
Saat pembangunannya, patung ini direncanakan selesai pada Hari Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1971, tetapi karena pembangunan belum selesai akhirnya diresmikan pada bulan Maret 1972.
5. Patung Kuda Arjuna Wiwaha
Â
Patung Arjuna Wijaya ini dibangun pada bulan Agustus 1987. Patung ini menggambarkan sosok Arjuna dalam perang Baratayudha yang kereta perangnya ditunggangi oleh Batara Kresna.
Adegan patung karya pematung Nyoman Nuarta itu diambil dari fragmen saat mereka melawan Adipati Karna. Kereta pada patung tersebut ditarik oleh delapan kuda, yang melambangkan delapan ajaran kehidupan yang diidolakan oleh Presiden Soeharto.
Asta Brata itu meliputi falsafah hidup yang mengajarkan kita harus mencontoh bumi, matahari, api, bintang, samudera, angin, hujan dan bulan. Di bagian patung itu menempel prasasti yang bertuliskan "Kuhantarkan kau melanjutkan perjuangan dengan pembangunan yang tidak mengenal akhir".
Proses pembuatan patung ini pernah mengalami keterbatasan dana, sehingga patung itu dibuat dari bahan poliester resin yang punya kelemahan mudah rapuh jika terkena sinar ultraviolet.
Sampai dengan tahun 2003, patung Arjuna Wijaya mengalami kerusakan, sehingga akhirnya patung ini direnovasi kembali dengan menelan biaya Rp 4 miliar. Bahan material patung itu pun telah diganti dengan bahan tembaga.
Patung di Jakarta umumnya memiliki makna pluralisme. Maka hampir tidak ada patung yang melambangkan keagamaan tertentu.
Yayat mengatakan, peran patung sangat penting sebagai simbol kota sekaligus menciptakan seni di dalamnya. Namun, kini banyak orang kurang menghargai patung dan lebih peduli dengan bangunan yang menghasilkan keuntungan.
"Terbukti dengan sekarang lebih banyak didirikan bangunan, kantor dan pusat perbelanjaan, daripada patung. Sebab pembangunan sudah mengarah ke kapitalistik," ujar Yayat.