Liputan6.com, Jakarta Terletak di dekat Museum Affandi, Yogyakarta, gerobak berwarna biru ini berhenti untuk menjajakan dagangannya. Sekilas tidak ada yang berbeda dengan gerobak roti bakar ini, namun sebuah tulisan terpampang jelas di sisi sebelah kiri gerobak. Tulisan yang membuat kita belajar mengenai makna kehidupan.
“Mohon maaf, saya penyandang tuna rungu dan tuna wicara. Kalau Anda ingin memesan roti, silahkan tulis di buku saja ya…” Jelas tulisan yang ditempel pada gerobak tersebut.
Ternyata tulisan ini adalah cara berkomunikasi yang digunakan pedagang roti bakar ini dengan pembelinya.
Advertisement
Roi Manullang, seorang yang membaca tulisan ini dari kejauhan akhirnya tertarik mendekati gerobak ini. Setelah diamati lebih dekat, ternyata pedagang yang menjual roti bakar dan pisang bakar ini benar seorang penyandang disabilitas. Karena ketertarikan ini pula, Roi memutuskan untuk mengabadikan kejadian ini dalam kamera handphone.
Dihubungi terpisah oleh Liputan6.com, Roi menceritakan kesannya saat berbelanja di gerobak biru ini. “Ternyata Masnya memang cuma bisa nulis aja. Kita cuma nulis orderan, dia pake isyarat oke (jempol)” jelas Roi. Karena perbedaan komunikasi pula, Roi tidak bisa bercerita banyak mengenai Mas yang berjualan Roti Bakar ini.
“Lokasinya tepat di jembatan timurnya museum Affandi, rasanya enak kok” Tulis Roi di status facebooknya.
Kejadian sederhana ini mengingatkan kita bahwa setiap orang bila memiliki keinginan yang besar, bisa terus berjuang meskipun punya banyak kekurangan. Rasa pantang menyerah yang ditunjukkan pedagang roti bakar ini, seharusnya mengajarkan kita bahwa kehidupan yang terus berjalan harus dijalani dengan ikhlas, penuh harapan, tanpa mengeluh dan tenggelam dalam berbagai penyesalan.
“Terimakasih atas kunjungan Anda dan saya mohon maaf kalau pelayanan saya kurang di hati pembeli sekalian. Terimakasih” Tutup tulisan di gerobak tersebut.