Liputan6.com, Jakarta Karena besarnya pengaruh penerbit besar yang mengedarkan bukunya ke seluruh Indonesia, maka pengaruh tren penulisan akan condong pada minat pembacanya, bukan dari kekuatan karya tersebut. Hal ini membuat banyak penulis yang memilih menerbitkan bukunya sendiri atau menggandeng penerbit kecil. Namun perbedaan ini menimbulkan pertanyaan, apakah buku-buku yang tidak diterbitkan oleh penerbit besar masih termasuk karya sastra di Indonesia?
Richard Oh, seorang penulis, sutradara film, sekaligus Founder dari Kuala Sastra Kencana, membeberkan pendapatnya mengenai hal ini. Ditemui pada malam penganugerahan Kuala Sastra Kencana ke 16 di Atrium Plaza Senayan, ia menyatakan bahwa karya-karya yang diterbitkan secara mandiri atau bermitra dengan Indie Publishing, masih merupakan sastra Indonesia.
“Sistem di Indonesia tidak mengenal apakah buku itu harus diterbitkan di penerbit raksasa atau kecil. Semua karya yang bagus akan selalu diakui karena kualitas karyanya. Bahkan sebagian besar karya berkualitas merupakan hasil dari penerbitan Indie,” ungkap Richard Oh, beberapa waktu lalu.
Advertisement
Richard Oh juga menyatakan bahwa pemuda saat ini membutuhkan sebuah keadaan dan lingkungan yang dapat membuat mereka tetap bersemangat untuk menulis. Keadaan ini bisa dibentuk melalui kerjasama berbagai pihak untuk membuat wadah, yang bisa membuat penulis muda tetap berhasrat untuk berkarya. Sehingga bisa membuat terobosan baru dan membuat zaman yang baru dalam kesusastraan Indonesia.
“Tujuan utama kita adalah bagaimana orang bisa tertarik menulis, jangan sampai habis. Mereka butuh wadah untuk mewujudkan bakat, agar bisa menerobos dan menciptakan karya sastra baru. Sehingga penulis Indonesia dapat berbicara dengan penulis tingkat dunia,” tutup Richard Oh.