Sukses

Hanya Kerja 18 Hari Sebulan Bikin Pegawai Lebih Produktif

Ide kerja 18 hari dalam sebulan mungkin terdengar gila bagi perusahaan, namun ini bukanlah sebuah ide baru di dunia bisnis.

Liputan6.com, Jakarta Ide kerja 18 hari dalam sebulan mungkin terdengar gila bagi perusahaan, namun ini bukanlah sebuah ide baru di dunia bisnis. Banyak hal yang dipertimbangkan perusahaan untuk tetap mendapatkan profit tinggi dan usaha dapat terus berjalan dengan semestinya.

Namun ketika kompetisi makin meningkat, para pegawai juga menjadi salah satu tolak ukur yang penting untuk memenangkan persaingan. Seperti yang dirilis dari lifehack.org, Senin (28/11/2016).

Salah satu hal yang menjadikan perusahaan maju adalah kreativitas pegawainya. Oleh karena itu psikologi dari pegawai menjadi hal yang penting untuk dijaga agar tetap gembira melaksanakan pekerjaannya. Solusi yang bisa diberikan adalah membentuk tim bermain, kelas sehat, bahkan meja ping pong tengah ruangan.

Ternyata hal ini belum cukup untuk menjaga karyawan tetap aktif dan produktif. Karena menurut peneliltian, kerja Senin sampai Jumat ternyata bukan waktu yang seimbang untuk kehidupan kerja dan keluarga. Untuk itu, beberapa perusahaan dunia seperti REI yang memproduksi peralatan jelajah memberikan sebuah hari libur tambahan sebagai "Yay Day" yang jatuh pada hari Jumat.

Para pegawai memanfaatkan hari libur tambahan ini untuk bersenang-senang. Bahkan ada yang pergi marathon dan mulai membuka hubungan antara dirinya dan lingkungannya. Sehingga mereka mampu melihat persoalan yang terjadi di lingkungan dan memberikan ide baru pada perusahaan untuk dijadikan potensi yang menguntungkan.

Hasilnya mengejutkan, selain tambah produktif dalam menyelesaikan pekerjaan, para pegawai yang dianggap loyal dan mampu menghasilkan bagi perusahaan juga meningkat. Mereka merasa mendapatkan kenyamanan, sehingga berusaha memberikan kenyamanan kembali pada perusahaan dengan cara yang terbaik.

Meski merugikan bagi keuangan perusahaan pada awal penerapannya, 18 hari kerja dianggap lebih efektif dan mampu mempertahankan pegawai sehingga tingkat resign dari pekerjaan juga menurun. Tentu saja, manfaat ini juga menurunkan biaya untuk membuka lowongan dan pelatihan. Cara ini juga menunjukkan bahwa perusahaan menghargai para pekerjanya dan mampu menyediakan waktu yang seimbang antara kehidupan kerja dan keluarga.