Liputan6.com, Jakarta Tahun baru Imlek menjadi momen istimewa untuk mengetahui asal muasal kebudayaan Tiongkok yang sudah berasimilasi dengan budaya Indonesia. Tentunya tambahan pengetahuan dari pameran “Tiga Negeri: Peranakan Fashion & Collection of Edward Hutabarat, Didi Budiarjo and Adrian Gan” ini, bisa menginspirasi Anda merawat kebudayaan bangsa. Diadakan di Dia.Lo.Gue Artspace, Kemang, pameran ini dibuka mulai dari 22 Januari, hingga 5 Februari 2017.
Berbagai koleksi berharga berusia ratusan tahun terpasang rapi di berbagai ruangan, mulai dari koleksi patung, guci, hingga ranjang yang sudah menjadi koleksi berharga. Seluruh koleksi ini dikumpulkan dari berbagai daerah di Indonesia yang bertema asimilasi budaya Tiongkok dan Indonesia.
“Sebenarnya mas Edo (Edward Hutabarat) ajaknya dadakan. Sehingga kami membuat koleksi hanya selama lima hari,” ujar Adrian Gan dalam diskusi “Design Talk, Collection, Inspiration, & Fashion”, Kamis (26/1/2017).
Advertisement
Edward Hutabarat, sebagai salah satu penggagas acara menceritakan bahwa ia merasa ada permasalahan yang harus diselesaikan pada masa ini. Edo, sapaan akrabnya, menyatakan ada pressure di depan mata, dimana keragaman sudah mulai goyah belakangan ini. Saling menuduh, saling benci, saling hina hingga tidak ada lagi kepercayaan antara masyarakat dengan etnis yang berbeda.
Permasalahan inilah yang coba dicari jalan keluarnya untuk membuat para kaum muda bisa mengerti, bagaimana asimilasi budaya bisa terjadi selama abad-abad lamanya. Bahkan berbagai asimilasi kebudayaan dari Tiongkok menjadi bagian yang memperindah kebudayaan Indonesia yang sudah luhur. Pemikiran dari tanah Tiongkok juga memberikan inspirasi untuk berbagai budaya di Indonesia.
“Salah satu contohnya adalah Batik Cirebon yang memunculkan awan. Dalam Taoisme, awan itu kedekatan dengan pencipta dan keluasan yang tidak bisa tergambarkan. Awan inilah yang menjadi inspirasi masyarakat Cirebon yang jadi Batik Mega Mendung dengan 7 lapis gambar, bahkan ada yang 11 lapis,” terang Edward.
Tak hanya koleksi batik saja yang ditampilkan dalam pagelaran ini. Berbagai hasil karya modifikasi fashion peranakan juga ditampilkan pada etalase utama. Tiga desainer kenamaan ini berusaha mengambil inspirasi dari asimilasi kebudayaan Tiongkok kedalam hasil karyanya. Seperti Adrian Gan yang membuat koleksi Creature of Contradiction, Didi Budiarjo dengan And The Waltz Goes On.., dan Edward Hutabarat dengan The Sawunggaling.
Pernak pernik rumah yang terinspirasi kebudayaan Tiongkok juga masuk kedalam pameran ini. Mulai dari ranjang tempat tidur, kursi goyang, lemari, hingga ornamen pintu yang bisa digunakan pada hiasan rumah pada zaman dahulu. Tidak ketinggalan pula keramik-keramik asli Tiongkok yang berasal dari dinasti Qing juga ditampilkan.
“Semoga pameran ini bisa menjadi inspirasi mulai dari warna, batik, dari instalasi dan fashion. Semoga kaum muda mau membuat lagi kolaborasi mengelola sisa-sisa kejayaan yang masih ada di bumi Nusantara ini,”