Sukses

Keunikan Sego Sangit Sambal Kopi di Lereng Surocolo Bantul

Ada kuliner unik yang bisa ditemukan saat berkunjung ke Bukit Surocolo Bantul, Sego Sangit sambal kopi namanya.

Liputan6.com, Yogyakarta Ada kuliner unik dan tidak biasa saat berkunjung ke Bukit Surocolo Bantul, Sego Sangit sambal kopi namanya. Kuliner yang dijajakan di Warung Ereng-Ereng di Dusun Ngreco, Desa Seloharjo, Kecamatan Pundong ini tak pernah sepi dari pengunjung. Apalagi suasana perbukitan yang asri menambah kenikmatan saat menyantap Sego Sangit.

Sesuai namanya Sego Sangit mirip dengan nasi bakar, dikemas menggunakan daun pisang. Sebelum dibakar, nasi dicampur daun kemangi dan teri nasi untuk menghasilkan aroma yang menggoda. Lauknya berupa ayam bakar, bisa ayam kampung atau ayam bakar dalam negeri. Keduanya dibedakan dari harga jual per porsi, yakni Rp 35 ribu untuk seporsi Sego Sangit sambal kopi dengan ayam kampung dan Rp 25 ribu untuk ayam dalam negeri.

Cara memasak ayammya pun membutuhkan waktu yang tidak sebentar, yakni diungkep dengan bumbu rempah semalaman. Tujuannya, agar bumbu meresap dan daging ayam empuk. Setelah diungkep kemudian nasi dibakar.

Sayur pendamping menu ini adalah gulai kembang pisang dan jarum tiram. Bahan bakunya mudah diperoleh di sekitar desa, mengingat kawasan tersebut ada budidaya jamur dan berlimpah tanaman pisang.

Selanjutnya yang tidak kalah unik adalah sambal kopi. Jemmy pemilik Warung Ereng-Ereng punya cerita soal sambal kopi. Ia teringat dengan sang ibu yang berasal dari Kebumen.

"Kalau tidak ada terasi, ibu bikin sambal menggunakan bahan seadanya, adanya kopi ya pakai kopi," ujar Jemmy kepada Liputan6.com, Jumat (27/1/2017).

Ia mengungkapkan tradisi membuat sambal dengan bahan yang ada dan seadanya lazim dilakukan di Kebumen dan dia mencoba menerapkan itu dalam menu yang disajikan. Ia meracik sambal kopi dengan bahan kopi dari Menoreh, selain itu ia juga mencampur dengan beberapa bahan seperti kentang goreng, pisang wedang ereng-ereng, cabai, gula garam, dan bawang putih.

Wedang Ereng-Ereng merupakan minuman andalan yang dijual di warungnya. Rasanya memghangatkan perut karena terdiri dari kapulaga, jahe, pandan, serai, gula jawa, serta potongan buah pisang.

"Sebenarnya pisang yang dicampurkan ke dalam wedang ereng-ereng ini lebih untuk mendapatkan aroma wangi," kata Jemmy. Segelas Wedang Ereng-Ereng dibanderol dengan harga yang bersahabat, yaitu Rp 6 ribu.

Warung yang baru dibuka pada 29 Desember 2016 ini memang belum dikenal banyak orang. Kebanyakan tamu berasal dari Bantul dan DIY saja. Warung Ereng-Ereng buka mulai pukul 11.00-22.00 WIB. Untuk mencapai tempat ini dibutuhkan waktu sekitar 45 sampai 60 menit dari pusat Kota Yogyakarta. Pengunjung bisa lewat Jalan Parangtritis ke selatan atau Jalan Imogiri Barat ke selatan.

Suasana warung yang kental nuansa pedesaan juga menjadi daya tarik pengunjung. Sebelum sampai ke area tempat makan yang berbentuk gazebo kayu dan bambu, pengunjung harus meniti jembatan bambu lebih dulu. Spot ini menjadi favorit pengunjung yang ingin berswafoto. Sesampainya di gazebo, pengunjung akan melihat kendi berisi air putih, sebuah toples berisi gula jawa, dan toples lainnya yang berisi gula pasir.

Kalau soal ketiga benda di atas meja ini, Jemmy memiliki alasan tersendiri. Ia teringat ucapan simbah bahwa kalau ada tamu berkunjung harus diberi yang manis-manis, termasuk ucapan yang manis alias tidak menyakiti. Sebagai simbol, ia pun meletakkan gula jawa dan pasir di atas meja.

"Kalau buat saya pribadi, ini juga bisa jadi simbol tanah air saya merah putih," tuturnya sembari menunjuk kendi berisi air yang melambangkan tanah air, gula jawa simbol merah dan gula pasir identik dengan warna putih. (Switzy Sabandar)

Â