Liputan6.com, Jakarta Generasi milenial Indonesia saat ini dinilai semakin meninggalkan sastra. Alhasil orang-orang makin mengabaikan makna kebudayaan, padahal karya-karya sastra Indonesia dan Nusantara kerap berisikan pesan moral yang mendalam, ruh persaudaraan berasal. Hal ini setidaknya diungkapkan Maman S. Mahayana, staf pengajar Sastra Indonesia UI, dalam acara konferensi pers Festival Sastra Banggai 2017 yang digelar di Taman Ismail Marzuki beberapa waktu silam.
Baca Juga
Indonesia sendiri sebenarnya punya segudang cerita rakyat, yang di dalamnya selalu berisi pesan-pesan moral, toleransi, dan persaudaraan. Dalam ranah sastra Banggai di Sulawesi Tengah misalnya, terdapat seni Baode, yaitu karya sastra bergenre folklor yang tetap bertahan karena selalu diceritakan dari mulut ke mulut. Saat simpul pewarisan cerita folklor mulai kendur, kekhawatiran melunturnya nilai-nilai kebudayaan pada generasi milenial semakin nyata.
Advertisement
Perihal toleransi, misalnya, jika bercermin pada karya-karya sastra, toleransi bukan lagi menjadi masalah yang mengkhawatirkan bagi bangsa Indonesia, mengingat sejak lama cerita-cerita rakyat Nusantara kerap mengangkat isu keberagaman bangsa. Namun, berbagai cerita ini diabaikan karena sudah dianggap masa lalu oleh generasi milenial.
“Kata toleransi itu sudah tidak laku lagi sebenarnya di Indonesia karena budaya kita sudah bersaudara sejak dahulu dan hidup berdampingan, nyaman dengan bangsa lainnya tanpa adanya perpecahan,” kata Prof Maman
Hal ini terbukti jelas dari karya sastra lisan yang sering disampaikan oleh para maestro tradisional yang hafal puluhan cerita rakyat. Salah satunya adalah seni Baode yang berasal dari Kabupaten Banggai, yang isi ceritanya selalu mengutamakan persaudaraan dan toleransi dengan sesama.
“Bisa dibilang, dari dahulu bangsa kita sudah ingin bersaudara meskipun berbeda daerah. Inilah ruh persaudaraan yang tidak dikenali oleh generasi kita,” ungkap Prof Maman menambahkan.