Liputan6.com, Jakarta Keuangan rumah tangga tak boleh dipandang sebelah mata. Sebelum menikah, hal ini perlu dibicarakan sekaligus direncanakan.
Di Indonesia, masalah uang memang dianggap sensitif. Bahkan utang pun tabu dibicarakan. Begitu juga dengan jumlah penghasilan.
Namun sebaiknya hal-hal itu dibuka lebar-lebar bagi pasangan yang telah menikah. Apa gunanya menikah kalau masih ada yang ditutup-tutupi?
Salah satu inti pernikahan adalah bekerja sama antara suami dan istri dalam hidup. Tanpa keterbukaan, teruslah bermimpi suami-istri bisa hidup berdampingan tanpa rasa curiga.
Baca Juga
Ada beberapa hal yang perlu kita pahami soal keuangan rumah tangga ketika sudah menikah. Berikut 5 di antaranya yang diambil dari DuitPintar.com.
Advertisement
1. Bagaimana merencanakan keuangan keluarga?
Sebelum pusing memikirkan katering dan lokasi pernikahan, kemukakan topik soal rencana keuangan keluarga dulu. Dalam diskusi itu, beberkan semua hal ihwal keuangan masing-masing.
Apakah punya utang? Kalau punya, berapa dan kapan jatuh tempo? Penghasilan berapa? Apakah ada kerjaan sampingan?
Tiap individu juga harus memberikan tujuan finansial jangka pendek, menengah, dan panjang. Misalnya mau investasi reksa dana atau beli kendaraan. Atau rencana pensiun.
Anda dan pasangan kemudian perlu membicarakan kesamaan dan perbedaan tujuan tersebut. Gunanya, menemukan jalan tengah yang disepakati biar bisa saling dukung dalam mewujudkan rencana keuangan keluarga bersama-sama.
2. Apa keputusan finansial pertama yang harus diambil pengantin baru?
Setelah mendiskusikan tujuan plus kondisi keuangan pribadi, termasuk utang-utang jika ada, langkah selanjutnya adalah menentukan keputusan finansial bersama. Seharusnya ada perubahan dalam finansial antara sebelum dan sesudah menikah.
Dari sebelumnya punya nomor pokok wajib pajak sendiri, kini mau digabung, misalnya. Penggabungan ini selain lebih ringkas dalam pengurusan pajak, bisa menghemat pengeluaran juga. Kemudian apakah rekening bank mau digabung, atau tetap dibuat terpisah.
3. Mau punya anak kapan?
Kalau sudah menikah, biasanya orang Indonesia selalu ditanya, “Sudah isi belum?” Sepertinya memang sudah jadi “kewajiban” bahwa sesudah menikah, orang harus langsung punya anak.
Padahal keputusan itu ada di tangan pasangan masing-masing. Sebab, memiliki anak memerlukan tanggung jawab besar. Harus direncanakan dengan matang.
Sebelum memutuskan punya anak, siapkan rencana keuangan mencakup biaya pemeriksaan kehamilan hingga persalinan, juga kebutuhan bayi. Yang tak kalah penting, biaya pendidikan anak juga mesti direncanakan.
4. Bagaimana membayar biaya pendidikan anak?
Masalah biaya pendidikan anak mestinya sudah diputuskan sebelum memiliki anak. Ada beberapa pilihan yang bisa diambil untuk menentukan bagaimana membayar biaya pendidikan anak.
Di antaranya, lewat tabungan pendidikan atau asuransi pendidikan. Keduanya punya kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Bicarakan dengan pasangan untuk memilih mana yang dianggap terbaik. Yang jelas, biaya pendidikan selalu naik tiap tahun. Makin cepat direncanakan, makin baik karena dana bisa dikumpulkan sedari dini.
Apalagi jika berencana menyekolahkan anak ke luar negeri. Meskipun bisa lewat beasiswa, kita tetap mesti menyiapkan dana karena tidak semua kebutuhan ditanggung oleh dana beasiswa ke luar negeri.
5. Kalau bercerai bagaimana?
Perceraian tentunya tidak diharapkan terjadi dalam pernikahan. Namun tak ada salahnya membicarakan kemungkinan terburuk ini dengan pasangan.
Biasanya, masalah ini dibahas dalam perjanjian pranikah. Di dalamnya diatur bagaimana urusan pembagian harta, utang yang belum terbayar, hingga kebutuhan anak.
Apakah harta dibagi sama rata, atau warisan dari tiap-tiap pasangan dipisah. Selain itu, apakah utang dilunasi menggunakan harta bersama sebelum bercerai, atau dicicil bersama.
Saatnya kita membuang jauh-jauh pikiran tabu membicarakan keuangan dalam membina rumah tangga. Bila tidak direncanakan sejak dini, bisa fatal akibatnya.
Salah satu motor penggerak bahtera rumah tangga adalah kondisi keuangan yang solid. Tanpa kerja sama tiap-tiap individu dalam pasangan, mustahil bisa mewujudkan keluarga yang mapan secara finansial.