Sukses

Studi: Bencana Alam Bisa Punahkan Badak Jawa

Selain perburuan liar, Badak Jawa juga terancam punah oleh bencana alam yang kerap terjadi.

Liputan6.com, Jakarta Selain perburuan liar, bencana alam seperti letusan gunung berapi dan tsunami, menjadi ancaman nyata bagi eksistensi badak Jawa, satu-satunya populasi badak Jawa di dunia. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya hasil studi terbaru yang diterbitkan dalam Jurnal Konservasi dunia yang cukup bergengsi, Conservation Letter.

Dalam studi tersebut dikatakan, sebagian populasi Badak Jawa di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) berada dalam jangkauan Gunung Berapi Krakatau dan dekat dengan Cekungan Sunda, lokasi ini merupakan daerah konvergen lempengan tektonik yang berpotensi menyebabkan gempa bumi, dan dapat memicu terjadinya tsunami.

Dalam studi ini, para peneliti membuktikan bahwa jumlah populasi pada tahun 2013 yang berjumlah 62 individu ini merupakan populasi yang padat dalam satu habitat. Dalam studi ini juga diproyeksikan jika terjadi bencana tsunami setinggi 10 meter, atau sekitar 33 kaki dalam 100 tahun ke depan, dapat mengancam 80 persen area kawasan taman nasional, padahal kawasan ini merupakan habitat dengan kepadatan populasi Badak Jawa tertinggi. Oleh karena itu, peneliti mendesak untuk segera melakukan pembangunan habitat baru bagi populasi Badak Jawa yang aman dari kawasan rawan bencana alam.

Pembentukan habitat baru dapat dilakukan dengan mengidentifikasi lokasi dan mengamankannya, memastikan kesepakatan dengan beberapa pemangku kepentingan, termasuk pemerintah dan masyarakat lokal, dan pemantauan yang intensif di Taman Nasional Ujung Kulon untuk memilih individu Badak Jawa yang tepat untuk segera dipindahkan.

“Studi ini menjadikan momentum yang baik untuk segera menyelamatkan badak Jawa, kita berpacu dengan waktu,” ujar Arnold Sitompul, Direktur Konservasi WWF-Indonesia.

Brian Gerber, Colorado State University yang juga salah satu anggota tim penulis, mengatakan bahwa hasil penelitian menunjukkan perlu adanya populasi baru badak untuk melindungi spesies ini.

“Badak Jawa adalah mamalia darat yang paling terancam di dunia. Saat ini, kita butuh kesungguhan dari segi politik dan sosial untuk segerabergerak dan membangun populasi tambahan,” ungkapnya.

Studi ini menyajikan analisis terperinci mengenai populasi Badak Jawa, dengan menggunakan metode kamera jebak. Pada 2013, para peneliti memperoleh 1.660 foto badak yang direkam dari 178 lokasi kamera jebak yang dipasang untuk mendapatkan perkiraan jumlah populasi, yaitu 62 individu.

Tindakan yang Dilakukan

Peneliti menekankan pentingnya agar segera mengambil tindakan yang dapat membantu meningkatkan populasi badak Jawa di TNUK, meningkatkan daya tahan hidup bagi sebagian populasi jika terjadi bencana alam. Hal ini meliputi penjagaan dan perlindungan ketat bagi badak yang tersisa, monitoring, dan meningkatkan pengelolaan habitat termasuk mengendalikan pertumbuhan Langkap (Arenga obsitulia), yang memenuhi kawasan dan menghambat pertumbuhan tanaman pakan badak.

“Kami bangga atas suksesnya mengelola kawasan untuk meningkatkan populasi Badak Jawa, seperti yang ditunjukkan dalam studi ini.” ungkap Ujang Mamat Rahmat, Kepala Balai Taman Nasional Ujung Kulon.

“Kami juga telah melakukan beberapa penelitian tentang daerah prospektif untuk habitat kedua, dan sementara itu, kami akan melanjutkan kerja kami untuk meningkatkan patroli keamanan dan daya dukung melalui pengendalian invasi spesies,” kata Ujang menambahkan.

Daftar Merah IUCN mengklasifikasikan Badak Jawa masuk dalam kategori kritis. Spesies ini telah habis dari sebagian besar wilayah sejarah keberadaannya yang dimulai pada pertengahan abad kesembilan belas, utamanya sebagai hasil dari permintaan berlebihan atas cula badak dan produk-produk lainnya dari badak.

Para peneliti berharap studi ini menjadi inspirasi bagi merevisi Strategi dan Rencana Aksi Badak Jawa, yang akan berakhir pada tahun 2017 ini.