Liputan6.com, Jakarta Crisis Center semakin menjadi fokus perhatian Menteri Pariwisata Arief Yahya. Sebab, semakin banyak kejadian atau peristiwa yang berpotensi "menekan" ekosistem pariwisata di tanah air. Seperti bencana, kecelakaan, wabah, stabilitas politik, dan berbagai hal yang menurunkan kondusivitas berwisata.
Sementara, tahun 2017 ini target yang sudah di-launching sangat fantastik, 15 juta wisman. Naik 25% dari capaian tahun 2016 yanh berjumlah 12 juta wisman. "Segala situasi yang bisa menekan kepariwisataan kita, harus diantisipasi dengan cermat," ungkap Arief Yahya.
Bagaimana menghadapi situasi krisis? Langkah strategis apa saja yang harus diambil cepat? Emergency apa saja yang perlu diantisipasi? Koordinasi dengan siapa saja? Pihak mana saja? Agar informasi primer bisa diperoleh tercepat, terakurat, dan bisa menjadi bahan memutuskan kebijakan?
Advertisement
Pariwisata itu, lanjut Arief Yahya, membutuhkan situasi stabil, secure dan safety. Patokannya ada di 14 pilar TTCI - Travel and Tourism Competitiveness Index yang dibuat World Economic Forum (WEF). "Indeks daya saing kepariwisataan itulah yang harus dipantau dengan ketat. Apa saja yang menekan itu, masuk ke tim crisis center," ungkapnya.
Menpar pun menetapkan Tim Crisis Center itu sebagai program prioritas 10 besar. Karena itulah, Biro Hukum dan Komunikasi Publik, Kementerian Pariwisata (Kemenpar) menyelenggaraan Focus Group Discussion (FGD) tentang Penyusunan Pedoman Penangan Krisis Kepariwisataan.
FGD yang dibuka sekaligus sebagai keynote speech oleh Sekretaris Kemenpar Ukus Kuswara berlangsung di Hotel Mellinium Jakarta, Rabu (16/5).
Sekretaris Kemenpar Ukus Kuswara mengatakan, program pemerintah dalam pembangunan lima tahun ke depan akan fokus pada sektor; infrastruktur, maritim, energi, pangan, dan pariwisata. Penetapan kelima sektor ini dengan pertimbangan signifikansi perannya dalam jangka pendek, menengah, maupun panjang terhadap pembangunan nasional.
Dari lima sektor tersebut, kata Ukus Kuswara, pariwisata ditetapkan sebagai leading sector karena dalam jangka pendek, menengah, dan panjang pertumbuhannya positif. Hal ini terlihat peran pariwisata dunia dalam memberikan berkontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) global mencapai 9,8%; kontribusi terhadap total ekspor dunia sebesar US$ 7,58 triliun dan foreign exchange earning sektor pariwisata tumbuh 25,1%; serta pariwisata membuka lapangan kerja yang luas yakni 1 dari 11 lapangan kerja ada di sektor pariwisata.
“Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya menyebut pariwisata sebagai cara yang paling mudah, murah, dan cepat untuk untuk meningkatkan devisa, PDB, dan menciptakan lapangan kerja dalam jumlah besar. Karena itu harus dijaga agar tetap
kondusif,” kata Ukus Kuswara.
Presiden Joko Widodo mentargetkan pertumbuhan pariwisata nasional dua kali lipat pada 2019; memberikan kontribusi pada PDB nasional sebesar 8%, devisa yang dihasilkan Rp 280 triliun. Lalu menciptakan lapangan kerja di bidang pariwisata sebanyak 13 juta orang, jumlah kunjungan wisman 20 juta. Wisnusnya, 275 juta, dan indeks daya saing pariwisata Indonesia berada di ranking 30 dunia.
Angka itu membaik dari posisi sekarang atau tahun 2017 di ranking 42 --sebelumnya tahun 2014 di ranking 70 kemudian tahun 2015 meningkat di ranking 50 dunia.
Ukus Kuswara menjelaskan, di balik keunggulan pariwisata sebagai leading sector ternyata industri jasa ini sangat rentan terhadap berbagai krisis barik bersumber dari bencana alam, wabah penyakit, maupun keamanan terutama terorisme.
“Jika barbagai acaman krisis ini tidak tertangani secara baik akan berdampak signifikan bagi kepariwisataan nasional dengan menurunn kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) ke Indonesia,” kata Ukus Kuswara.
"Saya menyambut baik diselenggarakan FGD untuk menyusun pedoman dalam penanganan krisis kepariwisataan dengan melibatkan tim dari pusat krisis kementerian/lembaga pemerintah dan non-pemerintah yang merupakan stakeholder pariwisata,” kata Ukus Kuswara.
Kegiatan FGD Penyusunan Pedoman Penangan Krisis Kepariwisataan dimaksudkan antara lain menyiapkan dasar-dasar yang dibutuhkan bagi CCP menyangkut pola kerja, sistem dan kelembagaan; mengindentifikasi pesan kunci (key message) terkait krisis; mendorong keterlibatan stakeholder dalam crisis center; memperoleh umpan balik (feedback) dari masyarakat/wisatawan; serta penyedian prosedur pengelola krisis dalam meminimalisir dampak dan penangan krisis dapat lebih optimal.
FGD diisi dengan diskuni panel yang menghadirkan nara sumber dari Pusat Data Informasi dan Humas, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang menyampaikan paparan dengan tema “Pemetaan Potensi Bencana di Destinasi Pariwisata” dan Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Dr.Sutupo Purwa Nugroho dalam paparan “Best Practice Penangan Krisis Kesehatan”.
Acara FGD diikuti 60 perserta dari PIC (Person In Charge) TCC setiap Deputi Kemenpar, PIC kementerian/lembaga dan asosiasi, Dinas Pariwsiata, serta Tim Pengelola TCC Kemenpar.
(*)