Liputan6.com, Jakarta Dicap teroris di negaranya sendiri, Denmark dan diburu ISIS tak membuat Joanna Palani gentar atau mundur dari misinya selama ini. Wanita 23 tahun ini mengaku lebih takut jika kebebasannya direnggut.
"Saya harus terus bergerak, berkelompok, dan bekerja. Saya akan terus menunjukkan pada mereka jika saya adalah wanita yang bebas dan mandiri. Inilah cara saya untuk mengalahkan mereka," lanjut Joanna pada dailymail.
Baca Juga
Ancaman ISIS menurutnya sangat nyata, meski ia telah kembali ke Denmark. Ia mengaku tak aman saat di jalan raya, bahkan dalam keramaian.
Advertisement
Hadiah 1 juta Dollar AS untuk siapa saja yang berhasil membawa kepalanya membuat ia menjadi target. Namun, sekali lagi ia memilih untuk tidak gentar dan menunjukkan ketakutannya.
"Saya tidak akan pernah memberi mereka kemenangan atas ketakutan saya. Justru keinginan saya kembali makin besar untuk menyelamatkan mereka yang disandera terutama wanita dan anak-anak," sambungnya.
Â
Joanna Palani pun nekat untuk kembali ke Irak pada Juni 2016 meski dalam paspornya terdapat status terlarang bepergian selama 12 bulan. Apalagi jika mengingat para perempuan yang dilatihnya untuk menembak dan berperang.
"Saya ingin kembali berjuang dengan para perempuan di kota Manbij yang terletak di timur laut Aleppo pada musim panas lalu. Saya tak bisa berdiam diri di Denmark saat teman-teman saja di Rojava berperang," ujarnya lagi.
Ia berhasil terbang ke Irak Utara dan berjalan selama tujuh jam sepanjang malam untuk menyeberangi perbatasan Suriah utara. Dan ia kembali berada di garis terdepan dan bertemu kembali dengan para gadis yang dilatihnya.
"Sesuatu terjadi di dalam diri saya yang membuat ingin pergi. Kala itu saya merasa hidup jauh lebih mudah di sana. Saya telah melatih pejuang wanita dan saya ingin berada di sana. Ada yang meninggal, terluka, dan mereka meninggal karena memperjuangkan kebebasan," tegas Joanna Palani.