Liputan6.com, Atambua Hasil maksimal kembali diraih Kementerian Pariwisata (Kemenpar) dalam salah satu program andalannya. Kesuksesan pada Minggu (27/8/2017) malam, adalah membuat Lapangan Umum Simpang Lima di Kabupaten Belu, Atambua, Nusa Tenggara Timur (NTT) disesaki lebih dari 30 ribu orang.
Masyarakat bersama wisatawan, termasuk mereka yang berbondong-bondong menyeberang dari Timor Leste, antusias menghadiri perhelatan “Festival Cross Border Atambua 2017” yang dibalut dengan penampilan dua band Tanah Air, Cokelat dan Jamrud.
Dua band tersebut sukses menjadi magnet sekaligus menghibur masyarakat dan wisatawan yang rela berdesakkan sejak sore hari, meski acara baru dimulai pada 19.30 waktu setempat.
Advertisement
Acara dimulai dengan suguhan Tari Tebe dari Sanggar Tari SMA Negeri 3, Atambua. Tarian Tebe merupakan tari tradisional dari Kabupaten Belu, yang melambangkan ungkapan kegembiraan atas keberhasilan atau kemenangan.
Dalam tari ini, pria dan wanita bergandengan tangan sambil bernyanyi bersahutan melantunkan syair dan pantun yang berisi puji-pujian. Hentakkan kaki sesuai irama lagu membuat tarian ini sangat menarik untuk dilihat.
Setelah suguhan tari, giliran dua band lokal Atambua yang unjuk gigi. Penampilan mereka menjadi pemanas bagi masyarakat yang hadir, yang langsung menyemut ke arah panggung. Bahkan “lautan manusia” meluber hingga ke jalan-jalan di sekitar Lapangan Simpang Lima.
Suasana malam di lokasi sekitar acara begitu meriah. Seluruh lapisan masyarakat di Atambua berkumpul di lokasi acara, termasuk para pedagang yang kebanjiran rezeki. Tidak hanya mereka yang biasa berjualan di sekitar lapangan Simpang Lima, tetapi juga pedagang dari pusat kota.
Mulai dari tukang jagung bakar, salome bakar, minuman ringan, mainan anak, hingga pedagang aksesoris handphone antusias menjajakan dagangannya.
Sekitar pukul 21.00, akhirnya yang ditunggu-tunggu tampil. Diawali dengan band Cokelat yang lebih dulu naik panggung. Band yang beranggotakan Jackline Rossy (vokal), Ronny Febry Nugroho (bass), dan Edwin Marshal Sjarif (gitar), itu membawakan 12 lagu yang sukses “membakar” penonton. Sebut saja lagu-lagu seperti “Pergi”, “Luka Lama”, “Karma”, dan “Bendera” dibawakan dengan apik oleh Cokelat.
“Terima kasih banyak, senang sekali Cokelat bisa datang ke NTT. Atambua punya alam yang indah yang kuat banget untuk pariwisata. Jadi sama-sama kita jaga ya,” ujar Jacklyn, dari atas panggung.
Plt Asdep Analisis Data Pasar Pariwisata Nusantara, Kementerian Pariwista, Sutarjo, mengatakan bahwa Festival Cross Border Atambua merupakan perwujudan dari program nawacita Presiden Joko Widodo alias Jokowi, yang salah satunya membangun dari perbatasan.
“Salah satunya adalah event ini, melalui pariwisata,” ucap Sutarjo.
Ia mengatakan, pariwisata berjalan selaras dengan pembangunan di perbatasan. Mulai dari infrastruktur, pos perbatasan yang megah, sarana perhubungan laut, darat, dan udara.
“Di sini pariwisata masuk bersama-sama. Pariwisata hadir untuk menyejahterakan masyarakat, meningkatkan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan lapangan kerja, melestarikan alam, mengembangkan budaya, serta menciptakan rasa bangga terhadap bangsa,” kata Sutarjo.
Pemilihan konser musik, imbuhnya, karena musik adalah bahasa universal. Musik memiliki daya magnet yang luar biasa. Buktinya malam itu puluhan ribu orang berbondong-bondong menghadiri konser.
“Konser ini momentum untuk bersama-sama membangun perbatasan. Bagaimana event ini (membuat) hotel menjadi penuh, restoran padat, pengrajin memamerkan dagangannya, travel agent bergeliat, dan ojek laku. Itulah dampak positif dari event pariwisata. Ini signal positif untuk kemajuan bersama,” ujar Sutarjo.
Hal senada disampaikan Bupati Kabupaten Belu, Wilibrodus Lay. Ia menyampaikan bahwa pariwisata adalah sektor yang penting di Atambua, yang banyak memberi dampak positif bagi masyarakat. Melalui pariwisata semua masyarakat dapat ikut terlibat dan merasakan manfaat langsung dari pariwisata.
“Atas nama Kabupaten Belu, saya sangat menyampaikan terima kasih untuk Presiden dan Menteri Pariwisata. Melalui festival ini juga akan memperkuat Belu sebagai kota festival. Sehingga nantinya akan ada banyak orang yang berkunjung ke sini. Timor Leste pun sangat mungkin diajak terlibat karena kedekatan jarak dan budaya,” ucap Wilibrodus.
Saat ini, ia berencana terus membuka “keran” investasi di sektor pariwisata.
Malam pun kian berlanjut. Puncaknya adalah saat band asal Cimahi, Jawa Barat, Jamrud naik ke atas panggung. Antusiasme penonton yang sejak sore telah hadir langsung pecah. Semuanya bergembira. Menikmati kolaborasi yang indah antara musik dan pariwisata.
Total ada 16 lagu dibawakan band yang beranggotakan Aziz MS (lead guitar), Ricky (bass), Krisyanto (vokal), M. Irwan (gitar), dan Danny Rachman (drum).
“Terima kasih untuk Kementerian Pariwisata. Kami yakin pariwisata Indonesia akan terus maju, khususnya di perbatasan. Dan untuk teman-teman dari Timor Leste, terima kasih atas kedatangannya,” kata Krisyanto.
Menteri Pariwisata, Arief Yahya, menyampaikan apresiasinya terhadap kesuksesan penyelenggaraan Festival Crossborder. Festival ini semakin kuat menjadi salah satu atraksi kota Atambua dalam membangun atmosfer pariwisata.
“Musik itu universal. Untuk menciptakan crowd, perlu bahasa universal dan musik adalah salah satu jawabannya,” ujar Arief.
Ia mengatakan, di banyak negara, crossborder menjadi cara yang ampuh dalam meningkatkan jumlah wisatawan mancanegara. Seperti di Prancis, Spanyol, dan banyak negara Eropa yang menempuh cara ini, menaikkan jumlah wisatawan mancanegara (wisman) dari crossborder.
Dengan kehadiran lebih dari 25 ribu orang di setiap penyelenggaraan festival, ucap Arief, tentu akan banyak memberi dampak ke masyarakat. Pelaku bisnis tentu akan tertarik menanamkan modalnya ke usaha pariwisata di daerah perbatasan.
“Bagi pelaku bisnis, ini menarik. Mereka pasti sudah mulai berhitung untuk membangun amenitas seperti hotel, resort atau akomodasi, lalu membuat atraksi seperti theme park, seni pertunjukan, dan lainnya. Tujuannya agar orang lebih lama tinggal,” kata dia.
Dia juga memprediksi, akan ada lebih banyak akses yang dibangun menuju ke perbatasan, termasuk bisnis transportasi dan pengiriman kargo yang ada di dalamnya.
“Perbatasan tidak lagi sepi, tidak lagi dianggap sebagai daerah pinggiran, tetapi justru menjadi wilayah terdepan di Tanah Air,” ujar Arief.
Karena itu, imbuhnya, menggerakkan perekonomian masyarakat di perbatasan dengan Festival Crossborder akan semakin konkret.
"Apalagi ada pengusaha lokal dari daerah sana yang bergerak, itu akan sangat kuat multiplying effect-nya. Di pariwisata itu setiap investasi yang ditanamkan akan berdampak 170 persen buat masyarakat di sekitar,” ucap Arief.
(*)