Sukses

Menpar Terus Pantau Keadaan Gunung Agung dan Pura Besakih

Menpar Pantau Keadaan Gunung Agung Hingga Pura Besakih

Liputan6.com, Karangasem Menteri Pariwisata (Menpar), Arief Yahya, terus memastikan suasana Pulau Dewata Bali betul-betul aman. Dia berkunjung ke Pura Besakih, yang jaraknya hanya 9 km dari pusat erupsi Gunung Agung. Daerah “merah” hingga radius 12 km yang sudah harus dikosongi.

Dari pura terbesar di Bali yang berketinggian 950 meter dpl itu, 2085 meter lagi akan sampai ke puncak kaldera gunung yang berada persis di belakangnya.

Pasca penetapan status Awas di Gunung Agung, Karangasem, Bali, Kementerian Pariwisata (Kemenpar) tak pernah berhenti memantau perkembangannya menit per menit. 

Dalam kunjungannya ke Pura Besakih pada Kamis (5/10/2017), Arief Yahya didampingi Staf Khusus Bidang Komunikasi, Don Kardono, Kepala Dinas Pariwisata Bali, A.A Agung Yuni Budhiarta, Wakil Bupati Karangasem, I Wayan Arta Dipa, dan ketua STP Bali, Dewa GN Byomantara.

“Ikuti saran dan anjuran pemerintah, itu yang terbaik,” ujar Arief Yahya.

Fenomena alam ini, imbuhnya, tidak ada yang bisa memprediksi. Juga belum ada teknologi yang bisa menjangkau, untuk memastikan waktu, jam, dan tanggal erupsi. Ditandai dengan tremor, getaran atau gempa kecil yang hitungannya hanya menit dan jam. “Karena itu, instruksi Pak Gubernur sudah betul, di radius 12 km itu harus dikosongkan,” ucap Arief.

 

Ia juga menyampaikan pesan untuk para wisatawan agar tidak khawatir karena pemerintah sudah mempersiapkan rencana penanganan terhadap segala kemungkinan bencana. Tim ini untuk memberi informasi kepada pelaku pariwisata dan sudah mulai berjalan sejak minggu lalu.

"Crisis center-nya sudah dibuat, diketuai oleh Pak Gubernur Bali. Karena ini di Bali, ikon pariwisata Indonesia, maka istilah Crisis Center itu diganti dengan Bali Tourism Hospitality. Harus satu pintu (informasinya). Beritanya nggak boleh simpang siur," kata Arief.

Selain itu, dia juga mengganti istilah “evakuasi” dengan “mengantarkan", untuk memberi aksen pariwisata. “Biar tidak terkesan serem. Kita semua bergerak dan mempersiapkan segala risiko yang bisa terjadi,” ujar Arief.

"Yang pertama kita harus menimbulkan rasa aman buat masyarakat sekitar Gunung Agung. Begitu juga untuk wisatawan, customer kita, segala sesuatunya sudah disiapkan untuk keamanan mereka juga," lanjutnya.

Kementerian Pariwisata juga telah membuat skenario untuk mempertahankan wisatawan, baik dalam maupun luar negeri, yang ada di Bali. Arief mengatakan, dalam beberapa hari ke depan, para wisatawan diarahkan liburan ke Lombok.

Skenarionya, ia menyebut 3A, yaitu Akses, Amenitas, dan Atraksi. Khusus Akses, disiapkan alternatif jalan darat dan laut, jika bandara Ngurah Rai off.

"Kalau bulan ini terjadi anginnya ke barat, berarti skenario kami ke Lombok. Wisatawan yang ada di Bali akan disiapkan transportasi menuju Lombok," ucap Arief.

Skenario laut, para turis akan diangkut pulang-pergi melalui moda transportasi laut dari Pelabuhan Ketapang di Banyuwangi, Jawa Timur menuju Gilimanuk di Bali.

Arief menambahkan, jika ada 60.000 orang, sebagian turis akan diangkut memakai kapal ferry, sehingga ada sekitar lima unit kapal ferry yang disiapkan pemerintah. "Kalau itu 5.000, kita ambil empat sampai lima kapal besar, seminggu selesai," kata dia.

 

Soal Amenitas, Arief berkoordinasi dengan PHRI dan industri pariwisata untuk menyiapkan diskon khusus pada wisatawan yang terpaksa harus tinggal lebih lama karena bandara off. “Sedang disiapkan skenario, hari pertama diskon 80-100%, lalu diskon diturunkan secara bertahap,” ucapnya.

Soal Atraksi, Arief meminta hotel, bandara di Lombok, pelabuhan, dan lokasi pengungsian untuk disiapkan hiburan. Agar wisatawan merasa nyaman selama masa erupsi.(*)