Liputan6.com, Belu Memperingati hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober mendatang, Kementerian Pariwisata (Kemenpar) bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Belu siap menyelenggarakan pentas budaya Festival Fulan Fehan di Padang Savana Fulan Fehan, Atambua, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Festival yang dihelat persis di titik nol perbatasan antara Republik Indonesia dan Republik Demokratik Timor Leste, akan diramaikan dengan beragam pentas seni, yang melibatkan 6.000 penari tari tradisional dari Kabupaten Belu dan Malaka, ratusan kuda poni, hingga tamu-tamu penari dari negara tetangga, Timor Leste.
“Even ini sebagai upaya dalam pemerataan pembangunan budaya agar tidak terpusat di kota. Sekaligus untuk menguatkan seni budaya di perbatasan, akibat maraknya interaksi budaya asing yang berpotensi merusak budaya kita. Kita harus menempatkan wilayah perbatasan ini menjadi benteng kebudayaan yang kuat dan sebagai identitas budaya di Perbatasan,” ujar Deputi Bidang Pemasaran Pariwisata Nusantara yang didampingi Kepala Bidang Promosi Perjalanan Insentif Kemenpar, Hendri Karnoza.
Esthy menyebut, Festival seperti ini merupakan salah satu program Kemenpar untuk mewujudkan Ekosistem Bisnis Pariwisata di perbatasan (crossborder) dengan target wisatawan mancanegara (wisman) sebanyak 15 juta orang di tahun 2017. Ini menjadi strategi bagi Pemerintah Kabupaten Belu untuk mewujudkan gerakan Atambua sebagai salah satu kota festival di daerah ini.
“Kemenpar memiliki tujuan agar bisnis berbasis wisata turut tumbuh berkembang sejalan dengan pertumbuhan jumlah wisman yang masuk melalui daerah perbatasan,” ucapnya.
Pemerintah Kabupaten Belu, lanjut Esthy, ingin membuat area perbatasan semakin hidup dan menjadi destinasi yang ramai dikunjungi wisman nantinya. Seluruh unsur yang dilibatkan dalam kegiatan ini, seperti Instansi/lembaga, pelaku industri/bisnis, asosiasi, akademisi, komunitas, dan media diajak berdiskusi merumuskan ide dan gagasan dalam membangun pariwisata di wilayah perbatasan Kabupaten Belu.
“Pemilihan Desa Belu sebagai tempat berlangsung festival bukan tanpa sebab, selain desa dianggap sebagai tempat lahirnya seni tradisi, di Desa Belu juga tersimpan artefak-artefak dan peninggalan sejarah tentang keindonesiaan,” katanya.
Ditempat terpisah, Dirjen Kebudayaan Kemendikbud Hilmar Farid mengatakan, ada banyak sekali festival-festival budaya di Indonesia, hampir di seluruh daerah di Indonesia. Festival Fulan Fehan menjadi salah satu yang menurut saya cukup baik, dengan mengangkat identitas dan kekhasan daerah.
Tahun 2018, Ditjen Kebudayaan dengan platform Indonesiana akan mendorong potensi-potensi seperti ini, bekerjasama dengan berbagai pihak. Salah satunya baru-baru ini mengeluarkan strategi indonesiana. Yang merupakan pengembangan nilai-nilai budaya melalui optimalisasi dan revitalisasi,” ujarnya.
Sementara itu, Hendri menambahkan, saat ini pengembangan budaya di NTT hanya berpusat di kota-kota, sehingga potensi desa yang sebenarnya kaya tidak terekspose. “Oleh karenanya, penguatan budaya di perbatasan menjadi suatu hal yang penting dilakukan, apalagi di tengah maraknya gempuran budaya asing di Indonesia,” ujar Hendri.
Festival yang digelar sejak pagi hingga sore hari itu, juga akan diramaikan oleh Atambua Culture Fashion Festival, pameran tenun ikat, hingga kompetisi sepakbola. Sebagai penutup acara, akan hadir ribuan penari Likurai yang melibatkan koreografer Eko Supriyanto dari ISI Surakarta.
“Tari Likurai sendiri sangat penting bagi masyarakat NTT. Tarian ini merupakan tarian penyambutan, untuk mengungkapkan rasa syukur dan juga kegembiraan masyarakat akan kemenangan yang telah mereka dapatkan serta kembalinya pahlawan dengan selamat,” pungkasnya.
Menteri Pariwisata Arief Yahya menyambut baik Pemkab Belu yang terus menggelar event di crossborder area. Menurutnya, wilayah perbatasan yang secara teoritis dinilai lebih mudah, karena tidak menghadapi problem jarak. “Sama dengan bisnis transportasi dan telekomunikasi, jarak menjadi variable penentu,” kata Arief Yahya.
“Kuncinya adalah seni-budaya, musik, dan kuliner ini untuk menggaet pasar negara tetangga. Apalagi warga Timor Leste bisa masuk ke Indonesia dengan menggunakan bebas visa kunjungan (BVK), sehingga warga Timur Leste bisa menggunakan spending uangnya di Indonesia” kata Menpar Arief Yahya.
(*)