Tak Bisa Dipandang Sebelah Mata
"Soal komunikasi, sebenarnya bagi saya sendiri enggak ada kesulitan dengan pekerja difabel. Tapi ada sebagian karyawan lain yang belum mengerti bahasa isyarat yang digunakan terutama pelanggan kafe," ujarnya.
Dia menceritakan, warung kopi semi modern ini belum lama dibuka, terhitung sudah sebulan yang lalu. Dia yang juga mengalami tunadaksa harus menyembunyikan keinginannya dari keluarga untuk membuka usaha bersama kalangan difabel.
"Istri saya baru dikasih tahu H-3 jelang launching, sedangkan keluarga baik orangtua maupun saudara tahunya saat launching," kata Shobik.
Awalnya, mereka tak menyangka jika usaha ini digeluti bersama kalangan difabel. Namun, tekad dan doa restu orangtuanya yang membuat Shobik terus melangkah dan mengajak kalangan difabel berkembang tanpa memangku tangan orang lain.
"Sebagai kalangan difabel, kami banyak merasakan pelajaran dari orang lain. Bagaimana dikucilkan, dicemooh, dan lain-lain. Mereka beranggapan kita bisa apa. Tapi saya berkeyakinan, saya bersama teman-teman ini mampu layaknya orang normal," ujarnya.
Advertisement