Liputan6.com, Jakarta Gunung Semeru yang merupakan puncak tertinggi di Pulau Jawa memang dikenal sebagai gunung dengan pemandangan alam yang luar biasa indah. Sebut saja Ranu Kumbolo, Oro-oro Ombo, hingga Tanjakan Cinta ialah nama-nama yang sudah sangat familier bagi para pendaki yang pernah menjamahi gunung dengan tinggi mencapai 3.676 meter di atas permukaan laut ini.
Namun, Mahameru tidak melulu soal keindahan. Di mata para pendaki, ada juga tempat yang menjadi momok menakutkan, yang dikenal dengan sebutan blank 75. Tri Hardiyanto, juru bicara tim ekspedisi 7 Summits Indonesia in 100 Days kepada Liputan6.com menceritakan, blank 75 atau biasa dikenal dengan sebutan jalur tengkorak atau "the dead zone" merupakan suatu area yang berada di arah timur laut atau berbelok ke arah kanan dari arah puncak.
Baca Juga
Puncak Gunung Fuji Jepang Akhirnya Bersalju Setelah Memecahkan Rekor 130 Tahun, Dampak Krisis Iklim Kian Nyata
Trik Baru Maskapai Amerika untuk Cegah Penumpang yang Suka Serobot Antrean Boarding Pesawat, Bisa Dicoba di Indonesia
Kolam Penampung Koin Sementara di Depan Air Mancur Trevi Italia Diejek Mirip Bak Cuci Kaki
“Itu jurang sedalam 75 meter banyak makan korban. Kebanyakan pendaki yang tersesat, jatuh atau hilang karena dia jalan sendiri di cuaca buruk. Mereka terlalu asyik turun lewat jalur pasir, tanpa disadari sudah ada di bibir jurang,” ungkap Tri.
Advertisement
Beberapa kasus lain yang menyangkut blank 75 juga ditemukan. Menurut penuturan Tri, ada mitos soal para pendaki mengikuti pendaki lain turun saat cuaca buruk, tapi orang yang diikuti tersebut hilang dalam kabut. Namun, para pendaki tetap mengikutinya. Alhasil, tanpa disadari mereka malah terjerumus dalam jurang.
“Ini alam, kita tidak bisa memahami, tapi kita bisa belajar, alam mengajarkan kita banyak hal, bahwa kita enggak bisa berdiri dan berjalan sendiri tanpa bantuan orang lain,” kata Tri.
Cuaca Buruk
Dari kacamata geografi, ungkap Tri, memang saat terjadi cuaca buruk dan kabut tebal, banyak pendaki yang salah ambil jalur karena jarak pandang terbatas, sehingga mereka asyik menuruni jalur dari puncak, dan tanpa disadari mereka sudah melenceng jauh dari trek.
“Kalau cuaca sedang bagus, seperti yang tim alami waktu summits ke-6 kemarin, jalur turun menuju Arcopodo itu sangat jelas terlihat,” ungkap Tri.
Tri sendiri mengakui, pendaki profesional sekalipun tidak bisa menjamin kapan waktu yang tepat untuk melewati jalur tersebut, tapi pendaki harus tahu patokan jalurnya dan selalu bersama saat turun.
“Kasus pendaki hilang di Semeru kebanyakan mereka jalan sendiri dan terpisah dari grup saat lewat blank 75. Mayoritas enggak selamat karena jatuh terperosok dalam jurang sedalam 75 meter, luka pastinya, tak bisa kembali ke atas karena di bawah itu hutan lebat, tidak mendukung untuk tindakan survival,” kata Tri menambahkan.
Advertisement