Sukses

3 Tahun Berkarya, NES Bersih-bersih dan Mengolah Sampah di Baduy

Fashion brand NES milik desainer Helen Dewi Kirana merayakan 3 tahun berkarya dengan menggalakkan pengolahan sampah di Baduy

Liputan6.com, Jakarta NES merupakan salah satu fashion brand untuk kain, stola, hingga pakaian wanita dengan ciri kahs desain dan motif orisinilnya. Didirikan sejak 2014, NES hadir dengan kain hasil rancangan desainer Helen Dewi Kirana yang dibantu para pengrajin dari Cirebon dan Pekalongan.

Menurut Helen Dewi Kirana, desainer sekaligus pemilik NES, setiap desain dan motif yang dikeluarkan memiliki misi. Kali ini, Helen membawa misi untuk membangkitkan kepedulian akan sampah di perayaan 3 tahun NES berkarya. Helen mengajak orang-orang untuk lebih peka terhadap pengolahan sampah.

"Sungai kita itu sekarang bukan hanya air. Tapi ada kasur, lemari, dan TV. Saya ingin mengajak semua orang untuk lebih peduli terhadap sampah dan mengubah perilaku untuk tidak lagi membuang sampah sembarangan," ujar Helen dalam press conference rangkaian kegiatan NES 3 tahun berkarya pada Sabtu (20/1/2018) di Mitra Hadiprana, Jakarta.

Dalam press conference tersebut, Helen memaparkan rangkaian kegiatan NES 3 tahun berkarya yang membawa misi perihal kepedulian terhadap sampah. Mengangkat tema "Melangkah dari Baduy menuju Indonesia Bersih", rangkaian acara NES 3 tahun berkarya akan terdiri sosialiasi kegiatan dan visi misi, konser musik bertajuk "Pendar Baduy Binar Indonesia, dan juga kerja bakti di Baduy.

2 dari 3 halaman

Menggandeng banyak pihak

Dalam konser musik yang akan diselenggarakan pada 28 Januari 2017, Helen mengajak Ir. Bubi Sutomo sebagai music director. Ia akan mengambil spirit dan pemikiran orang Baduy yang kemudian dikemas dalam suatu perpaduan musik yang sering kita dengar.

"Musik merupakan bagian terpenting dari komunikasi manusia. Harus ada kesepahaman antara penyampai dan penerima. Di konser nanti, saya akan mencoba mengemas pemikiran orang Baduy dalam suatu musik yang kita dengar sehingga pesannya tersampaikan dengan baik. Seringkali, pesan gagal tersampaikan karena ada suatu perbedaan di level tertentu yang membuat kita tidak nyaman," ujar Bubi Sutomo.

Bubi menambahkan pesan yang berbau budaya kerap kali gagal disampaikan. Hal ini karena pendengar sering tidak dimasukkan ke dalam situasi emosional sehingga tidak memahami pesan yang ingin disampaikan. Bubi akan mengemas bagaimana pemikiran dari orang Baduy ke dalam musik yang sering kita dengar.

"Sebagai contoh, kenapa orang Baduy itu pakai pakaiannya itu-itu saja. Apa yang ada di pikirkan soal pakaian yang mereka gunakan. Kesederhanaan. Jika ada istilah bahagia itu sederhana, kalau ini sederhana itu bahagia. Di mana kesederhanaan yang membuat orang Baduy bahagia," tambah Bubi.

Setelah konser musik, kegiatan kerja bakti di Baduy menjadi penutup dari rangkaian kegiatan NES 3 tahun berkarya. Helen pun memberikan kepercayaan kepada Mapala UI untuk mengkoordinasi jalannya kerja bakti.

Muhammad Jazmi Dwi Hartono, Sekretaris Umum Mapala UI mengatakan kerja bakti ini menjadi langkah untuk membangkitkan kesadaran orang tentang pentingnya kebersihan terutama di Baduy.

"Baduy itu merupakan salah satu tempat wisata yang masih cukup seksi, baik segi alam maupun budayanya. Dan Baduy tergolong tempat yang cukup mudah untuk diakses. Namun sayang jika kebersihannya tidak dijaga," ujar Dwi.

Tak hanya itu, Helen pun menggandeng Ikatan Alumni ITB untuk membantu perihal pengolahan sampah yang kini menjadi isu lingkungan.

"Kami menyambut baik kegiatan ini dari teknis. Mudah-mudahan nanti akan didukung oleh pengetahuan teknis dari teman-teman ITB sesuai dengan bidangnya masing-masing untuk mengolah sampah," ujar Dr. Ir. Ridwan Djamaluddin M.Sc selaku ketua umum pusat IA ITB.

Ridwan menambahkan, ITB akan membantu dari segi pengolahan sampah secara teknis. Bukan hanya sekadar dipisah, namun diolah menjadi sumber energi, bahan baku bangunan, kompos, dan lain-lain.

3 dari 3 halaman

Berawal dari keprihatinan

Baduy dipilih sebagai tempat dimulainya gerakan ini karena sudah menjadi tujuan wisata yang semakin banyak pengunjungnya. Baduy yang dikenal sebagai tujuan wisata yang belum tersentuh modernisasi pun mulai terkena imbas sampah dari wisatawan.

Selain itu, Baduy tidak memiliki dinas kebersihan yang mengelola sampah. Helen mengatakan bahwa pemda enggan untuk menerima sampah dari sana karena Baduy tidak membayar retribusi sampah. Sehingga kebanyakan sampah yang diangkut turun hanya digeletakkan begitu saja.

Ketika NES berkunjung ke Baduy, banyak sekali sampah berserakan di jalan maupun di sungai. Perilaku ini akan semakin mencemari keasrian Baduy sebagai destinasi wisata.

Berawal dari keprihatinan inilah, Helen merasa terpanggil untuk mulai menanggulangi masalah sampah dan menjadikannya misi dalam NES 3 tahun berkarya. Baduy menjadi proyek percontohan untuk membangkitkan kepedulian akan sampah.

Jika ini berhasil, nantinya Helen akan menjangkau daerah lain sehingga mampu mewujudkan Indonesia yang lebih bersih.

Video Terkini