Liputan6.com, Jakarta Galeri Indonesia Kaya, Minggu (12/2/2018), menggelar diskusi sastra bertajuk “Menjadi Manusia dengan Sastra”. Hadir sebagai pembicara sastrawan Budi Darma, Seno Gumira Ajodarma, dan Violetta Simatupang.
Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation mengatakan, diskusi ini merupakan bentuk perayaan dan apresiasi terhadap para maestro sastra Indonesia yang karya-karya mereka sangat mempengaruhi kesusasteraan Indonesia.
Baca Juga
“Acara ini untuk mengakrabkan sastra kepada generasi muda dan memberikan inspirasi bagi mereka untuk mengembangkan minat dalam dunia sastra, sehingga muncul para calon-calon sastrawan di masa yang akan datang,” ujar Renita.
Advertisement
Acara berdurasi sekitar 60 menit ini diisi oleh diskusi dengan Budi Darma dan Seno Gumira Ajidarma, pentas seni berupa dramatical reading, dan pemutaran video dari Violetta Simatupang.
Penikmat sastra di Auditorium Galeri Indonesia Kaya menyaksikan diskusi menarik dari karya satrawan-satrawan Indonesia seperti Iwan Simatupang (Ziarah), Budi Darma (Orang-Orang Bloomington, Rafilus), Kuntowijoyo (Dilarang Mencintai Bunga-Bunga), Bondan Winarno (Petang Panjang di Central Park), dan Seno Gumira Ajidarma (Dunia Sukab). Para pengisi acara sore ini merupakan orang-orang yang sudah tidak asing lagi dalam dunia sastra.
Budi Darma
Budi Darma merupakan Guru Besar Universitas Negeri Surabaya (Unesa) yang pernah menerbitkan beberapa kumpulan esai, cerpen, dan novel. Ia pernah mendapatkan penghargaan dari Balai Pustaka, Kompas, SEA Write Award (Bangkok), Anugerah Seni Pemerintah RI, Satya Lencana dari Presiden Republik Indonesia, dan Anugerah MASTERA (Brunei).
Sebagai akademisi, Budi Darma kerap diundang untuk berceramah, mengajar, menguji calon sarjana atau doktor sastra, baik di dalam maupun luar negeri. Ia juga sering diundang untuk melakukan penelitian, khususnya mengenai sastra Inggris atau Amerika.
Advertisement
Seno Gumira Ajidarma
Seno Gumira Ajidarma dikenal sebagai generasi baru di sastra Indonesia. Beberapa buku karyanya adalah Atas Nama Malam, Wisanggeni Sang Buronan, Sepotong Senja untuk Pacarku, Biola tak Berdawai, Kitab Omong Kosong, Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi, dan Negeri Senja.
Dia juga terkenal karena dia menulis tentang situasi di Timor Timur tempo dulu yang dituangkan dalam trilogi buku Saksi Mata (kumpulan cerpen), Jazz, Parfum, dan Insiden (roman), dan Ketika Jurnalisme Dibungkam Sastra Harus Bicara (kumpulan esai).
Adapun, Violetta Simatupang yang merupakan putri almarhum Iwan Simatupang, adalah sastrawan yang banyak menulis esai, cerita pendek, drama dan roman. Karya novel yang terkenal Merahnya Merah mendapat hadiah sastra Nasional 1970, dan Ziarah mendapat hadiah roman ASEAN terbaik 1977. Novelnya yang berjudul Kooong mendapatkan Hadiah Yayasan Buku Utama Department P Dan K 1975.
Pada 1963, ia mendapat hadiah kedua dari majalah Sastra untuk esainya "Kebebasan Pengarang dan Masalah Tanah Air".
“Ini menjadi ajang bagi kami untuk mempekenalkan karya-karya sastra Indonesia bagi generasi muda. Kami sangat mengapresiasi para generasi muda yang hadir dan ikut menyaksikan, mendengarkan, dan ikut berdiskusi mengenai karya-karya sastrawan Indonesia. Semoga pertunjukan hari ini menambah pengetahuan mereka tentang sastra Indonesia,” ujar Seno Gumira Ajidarma.