Sukses

Pameran Seni Menyulam di Tengah Generasi Sulam Alis

Demi memperkenalkan kembali seni menyulam kepada generasi milenial, The Phoenix Hotel Yogyakarta menggelar pameran sulam.

Liputan6.com, Jakarta Demi memperkenalkan kembali seni menyulam kepada generasi milenial, The Phoenix Hotel Yogyakarta bersama Tirana Art Management dan Seven Needles membuat workshop dan pameran seni sulam bertajuk "In Between".
Sudah dibuka sejak 23 Februari lalu, pameran dan workshop ini akan berlangsung hingga 4 Maret 2018 yang digelar di The Phoenix Hotel Yogyakarta.
Wiwied Widyastuti Marketing Communications Manager The Phoenix Hotel kepada Liputan6.com mengatakan, workshop dan pameran seni menyulam ini untuk mengenalkan kepada generasi saat ini tentang kegiatan menyulam yang sangat hits di masa lalu. 
"Menyulam butuh ketelatenan, zaman dulu mungkin ini menjadi 'me time'. Seni menyulam juga berfungsi sebagai 'healing'. Karena dengan menyulam, bisa membantu menenangkan otak dan pikiran kita dari kesibukan sehari hari," ungkap Wiwied.
 
Wiwied mengatakan dalam pameran ini juga ditampilkan karya karya Bernie Liem termasuk sulaman yang berusia 40 tahun. Sulaman berbentuk bunga warna-warni ini juga belum selesai hingga saat ini.
 
"Ada karya beliau yang jadi bagus banget itu warna biru. Itu karya tangan. Orang dahulu bisa membuat ini dengan tangannya," kata Wiwied menambahkan.
 
 
 
2 dari 3 halaman

Peringatan 100 Tahun

Serangkaian kegiatan pameran dan workshop ini digelar dalam rangka 100 tahun Bangunan Phoenix Heritage. Event digelar dengan berbagai acara seperti pameran sulam tangan, pameran sulam ala Jepang, pameran batik lawasan, pembuatan coklat, dan lain sebagai. 
 
"Semua pameran mempunyai pesan untuk kembali mengapreasikan hal hal yang sebenarnya sudah ada pada masa lalu dan dihadirkan nilai seni dan apresiasi yang tinggi. Sulam dan bangunan ini seolah menyatu dengan tema," kata Wiwied.
 
Wiwied menjelaskan bangunan hotel The Phoenix ini sudah dibangun sejak tahun 1918. Namun baru digunakan untuk kegiatan hotel baru di tahun 1930.
 
"Kita melestarikan cagar budaya yang keseratus tahun. Ini yang buat orang belanda jadi ya gaya indisnya kelaitan," katanya menambahkan.
 
 The Phoenix Hotel Yogyakarta sendiri merupakan salah satu dari hotel yang masuk dalam kategori cagar budaya. Sudah masuk dalam umur 100 tahun bangunan hotel tidak pernah diubah hanya penambahan bangunan di belakang bangunan asli.
 
"Ini yang buat orang belanda jadi pas gempa 2006 lalu itu teges lho ga ada retak retak. Memang sudah dipersiapkan mungkin sama orang jaman dahulu," ungkap Wiwied.
Bangunan hotel ini memiliki arsitektur kolonial Belanda. Karena sebagian besar waktu itu banyak tamu menginap dari kalangan Belanda.
 
"Total ada 143 kamar kalo aslinya 66 kamar. tiga lantai ditambah belakang letter u penambahan tahun 90-an," katanya. 
 
 
3 dari 3 halaman

Tempat Menginap Sukarno

Wiwied juga mengatakan hotel yang berumur 100 tahun ini dahulu menjadi tempat menginap Sukarno dan Hatta. Ada kamar yang biasa digunakan bapak bangsa tersebut jika menginap di hotel ini.

"Pak Sukarno itu nginapnya pindah pindah tapi salah satunya disini dan di pakualamn selain di Gedung Agung," katanya.

Sukarno saat itu menginap di Merdeka Room yang saat ini digunakan atasan The Phoenix Hotel. Menariknya di kamar ini ada ruangan kecil atau lorong rahasia.

"Merdeka room ruang stirahat dan  kantor kecil dia. Ada tempat persembunyian ada lorong kalosekarang dipakai isi file kerjaan karena jadi kantor," katanya.

Menurut Wiwied ada bangunan hotel yang masih terjaga hingga saat ini. Seperti di bagian ball room akustik yang memiliki nuansa akustik yang bagus hingga saat ini. "Walaupun kecil di ruang ini punya akustik yang bagus. Orang musik yang tahu dan pemilik juga bilang gitu," kata Wiwied. 

Simak juga video menarik berikut ini:

Â