Liputan6.com, Jakarta Konser kelompok orkestra Jakarta City Philharmonic yang digelar Rabu malam, 18 April 2018, di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki dipadati pengunjung. Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) dan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) sebagai pihak penyelenggara harus menolak ratusan orang yang tidak kebagian tiket pementasan. Dari 1.700 orang yang ingin menonton, hanya 1.000 orang yang bisa masuk.
Aksan, Komisaris Jakarta City Philharmonic yang juga anggota Komite Musik Dewan Kesenian Jakarta saat ditemui Liputan6.com, Rabu (18/4/2018) mengatakan, ini menjadi sambutan penonton yang paling luar biasa, mengingat di dua konser sebelumnya penonton tidak sebanyak konser yang sekarang. Bahkan pihaknya harus memindahkan konser dari biasanya di Gedung Kesenian Jakarta, kini digelar di Teater Jakarta. Itu pun tidak semua penonton yang telah mendaftar bisa masuk.
Baca Juga
“Ini sangat fenomenal, antusiasme bagus, padahal karya-karya yang dibawakan ini juga bukan karya-karya yang gampang didengar kuping awam, tapi mungkin memang, apa yang dinikmati kaum elitis, kaum awam sekarang juga ingin nikmati, untuk itu kita kasih keterbukaan ini, dua kali konser juga grtais tapi tidak sebanyak ini,” kata Aksan.
Advertisement
Menjadi Industri
Lebih jauh Aksan mengatakan, musik klasik di Jakarta sudah seharusnya besar dan menjadi sebuah industri tersendiri. Jika berkaca dari luar negeri, kota-kota besar dunia menurut Aksan, selalu punya ekosistem yang bagus terhadap perkembangan musik klasik. “Enggak menutup kemungkinan juga di Jakarta kita bisa jadi industri. Saya berharap kita punya tingkat kualitas pemain musik yang mungkin bisa disejajarkan dengan Asia, mungkin bagus-bagus dengan Eropa, karena kita biasa tumbuh maka standar kita akan naik. Paling enggak kalau ada penyanyi dari luar datang ke Indonesia, mereka gak perlu bawa orkesnya sendiri, mereka sudah bisa percaya pakai orang Indonesia,” ungkap Aksan.
Advertisement
Kaum Urban Perlu Musik Klasik
Aksan menyadari, perkembangan musik klasik di Indonesia, khususnya di Jakarta terus tumbuh dari waktu ke waktu. Jakarta sebagai kawasan urban sudah semestinya menjadikan musik klasik sebagai satu budaya yang perlu dipelihara dan diapresiasi, atau paling tidak Jakarta dapat dicontoh kota lain dalam hal perkembangan musik klasiknya.
“Nanti begitu Jakarta, kota lain misal Surabaya tiba-tiba muncul, menghidupkan kembali sekolah musik klasik, atau kota-kota lain juga. Ini sebenarnya keterkaitannya besar sekali, dan orang Indonesia pada dasarnya sangat bakat di musik,” kata Aksan menambahkan.