Liputan6.com, Jakarta Warga Desa Gintangan Banyuwangi punya cara tersendiri untuk menghormati bambu sebagai salah satu perkakas yang kerap digunakan dan akrab dalam kehidupan masyarakat. Melalui Festival Bambu Gintangan yang digelar akhir pekan ini, 5 dan 6 Mei 2018, warga Desa Gintangan menggelar kegiatan menyangam bersama di sepanjang jalan. Warga dan wisatawan bisa membeli beragam produk kerajinan rumah tangga yang semuanya terbuat dari bambu di tempat ini.
Menurut informasi yang diterima Liputan6.com, Sabtu (5/6/2018), Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan, festival ini adalah cata Banyuwangi memperkenalkan Gintangan sebagai destinasi perajin bambu.
“Ini juga mendorong peningkatan kemampuan perajin agar semakin kreatif menciptakan desain yang baru dan memunculkan bibit-bibit perajin muda,” ungkap Anas.
Advertisement
Desa Gintangan sendiri terletak sekitar 20 km dari Kota Banyuwangi. Desa ini telah menjadi sentra kerajinan bambu sejak 1980-an. Desa ini sudah memasok kerajinan bambu untuk kebutuhan nasional. Bahkan, produk kerajinan bambu ini sudah diekspor ke sejumlah negara, seperti Jerman, Australia, Amerika, India, Jepang, Brunei Darussalam, dan Thailand.
“Kami bangga dengan warga Desa Gintangan, karena warganya produktif menghasilakan produk yang ikut mendukung perekonomian daerah. Kami harap adanya festival ini bisa terus melestarikan kreativitas dan memunculkan bibit bibit penerus perajin bambu. Kedepan kita akan undang pelatih ahli desain bambu dari berbagai daerah untuk memberikan pelatihan pada warga agar desain produknya semakin kaya dan berkualitas,” ujar Anas.
Kemampuan Turun-menurun
Kegiatan menganyam bersama ini diikuti segenap warga desa baik tua maupun muda. Mereka tampak asyik menganyam serutan bambu yang telah dibentuk tipis. Jari jemari mereka tampak trampil merangkai helai-demi helai serutan bambu membuat berbagai kerajinan. Seperti lasah (tempat mencuci sayuran-ed), tudung saji, ethuk (pincuk nasi), tempat buah, kap lampu, hinga Udeng atau topi khas Banyuwangi.
Salah satu warga yang ikut menganyam bersama adalah Inayah (41). Selain pengrajin Inayah juga juga seorang pengusaha kerajinan bambu yang produknya sudah dikirim keberbagai daerah di Indonesia seperti Semarang, Surabaya, dan Bali. Bahkan telah dikirim ke luar negeri seperti Jerman, Australia, India. Dalam satu bulan, dia bisa memproduksi 2000 buah kerajinan bambu beraneka ragam.
“Saya pernah mengirim kerajinan tempat buah dari bambu untuk memenuhi pesanan Jerman sebanyak 45 ribu buah. Pesanan ini mampu saya penuhi dalam waktu lima bulan dengan dibantu 40 pekerja yang semuanya adalah ibu ruma tangga,” kata Inayah.
Advertisement
Bertahan di Zaman Plastik
Ditambahkan Kepala Desa Gintangan, Rusdianah, sejak digelar tahun lalu, festival ini telah membawa dampak positif terhadap perekonomian warganya, khususnya para pengrajin bambu. Semakin banyak pihak yang mengenal Gintangan sebagai salah satu sentra kerajinan bambu di Indonesia.
“Alhamdulillah, saat ini permintaan produk kerajinan bambu kami semakin meningkat. Kalau sebelumnya permintaan ekspor masih dari negara-negara di Asia, kini sudah merambah hingga Australia dan Amerika,” ungkap Rusdianah.
Bahkan pada dua bulan lalu, Desa Gintangan mengirim 15 kontener bambu lokal ke India. Di sana bambu-bambu itu dirakit menjadi gazebo oleh empat orang warga Gintangan.
“Kami mendapat pesanan gazebo dari India, untk keamanan barang kami mengirimnya bentuk bahan baku, tapi dirakit langsung oleh perajin Gintangan langsung di India,” kata Rusdianah.
Di tengah gempuran zaman plastik, Gintangan terus bertahan dengan tegar melestarikan kemampuan membuat beragam produk dari bambu. Selain menjadi daya tarik wisata, keistimewaan ini perlu dijaga dan dilestarikan agar lingkungan juga tetapp terjaga dan lestari.
Simak juga video menarik berikut ini: