Liputan6.com, Jakarta Menteri Pariwisata, Arief Yahya, terus memperkenalkan konsep Nomadic Tourism. Menurutnya, Nomadic Tourism adalah solusi sementara sebagai solusi selamanya.
Hal tersebut ia sampaikan dalam The 4th ASEAN Marketing Summit 2018 di Raffles Hotel, Jakarta, Kamis (6/9/2018). Arief menjadi keynote speaker dalam kegiatan itu.
“Konsep pariwisata Indonesia kini sudah jauh bergeser, tumbuh, dan terus berinovasi. Membangun pariwisata Indonesia dengan konsep lama sudah tidak relevan. Nomadic Tourism inilah formulasi ideal untuk menjawab tantangan ke depan,” ujar Arief.
Advertisement
Ia menjadikan konsep Pre-Paid milik Telkomsel sebagai contoh gambaran posisi Nomadic Tourism.
“Melihat Nomadic Tourism ini seperti Telkomsel yang mengembangkan Pre-Paid. Dahulu, Pre-Paid ini didesain sementara. Tapi, sekarang justru menjadi solusi selamanya. Pelanggan Telkom itu 98% Pre-Paid Service. Dan, hal ini yang akan terjadi dengan formulasi Nomadic Tourism di masa depan,” ucap Arief.
Nomadic Tourism pun dinilai sebagai formulasi terbaik mewujudkan target kunjungan wisatawan mancanegara (wisman). Sebab, pariwisata Indonesia menargetkan kunjungan 17 juta wisman pada 2018. Tahun depan, target membengkak menjadi 20 juta wisman.
Selain itu, Nomadic Tourism juga solusi terbaik menjawab keterbatasan unsur amenitas dalam Atraksi, Aksesibilitas, dan Amenitas (3A).
“Nomadic Tourism ini sangat simpel dan sederhana. Amenitas yang bisa dipindahkan. Bentuknya sangat beragam, bisa berbentuk glamp camp, home pod, dan caravan,” kata Arief.
Namun, ia mengingatkan, konsep Nomadic Tourism ini sangat customer-centric. Pasar utamanya adalah kaum milenial.
“Nomadic Tourism pada prinsipnya berlaku bagi semuanya. Tapi, idealnya memang para milenial. Kan para anak muda ini sangat mobile. Mereka menggilai digital dan sangat interaktif. Para milenial ini juga butuh pengakuan, esteem needs, melalui media sosial. Potensi inilah yang dibidik dan dikembangkan,” ujar Arief.
Dunia menyediakan market 39,7 juta backpacker. Menariknya, para backpacker ini didominasi generasi milenials. Mereka terbagi dalam tiga kelompok besar. Pertama, flashpacker atau digital nomad memiliki potensi 5 juta orang. Mereka menetap sementara di suatu destinasi sembari bekerja.
Kedua, kelompok glampacker atau familiar sebagai melenial nomad. Kaum milenial nomad jumlahnya terbesar, yaitu 27 juta orang. Mereka mengembara di berbagai destinasi dunia yang Instagramable.
Kelompok pengembara yang ketiga adalah Luxpacker atau Luxurious nomad. Kaum luxpacker ini berjumlah 7,7 juta orang. Mereka mengembara untuk melupakan hiruk pikuk aktivitas dunia. The 4th ASEAN Marketing Summit 2018 sendiri dihadiri berbagai latar belakang tokoh.
Hadir dalam acara tersebut Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Founder and CEO MarkPlus Inc Hermawan Kartajaya, Ketua Marketing Association negara ASEAN, para Business executives, pejabat pemerintahan, dan kalangan akademisi terkemuka.
Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, mengatakan bahwa Nomadic Tourism sangat menjanjikan.
“Berbagai peluang terus ditangkap Kemenpar. Nomadic Tourism ini sangat menjanjikan. Market-nya ada dengan basis milenial. Potensi pasar para milenial di dunia memang harus dioptimalkan. Di situ ada benefit besar. Untuk itu, kami berharap peluang investasi melalui Nomadic Tourism ini bisa ditangkap juga oleh investor,” ucap Retno.
Keberhasilan pengembangan Nomadic Tourism bisa dilihat dari Orchid Forest di Cikole, Bandung, Jawa Barat. Selain konsep Nomadic Tourism, Orchid Forest mengembangkan Digital Destination dan Sustainable Tourism.
Pujian terhadap pengembangan Nomadic Tourism juga disampaikan Founder and CEO MarkPlus Inc, Hermawan Kertajaya.
“Inovasi yang dilakukan pariwisata Indonesia ini luar biasa. Nomadic Tourism ini bisa diterapkan pada berbagai destinasi. Konsepnya sederhana dan bisa dikembangkan sangat cepat. Penyampaian materi ini sesuai dengan tema ASEAN Marketing Summit. Sebab, di sini juga dibahas bagaimana optimalisasi dari pasar milenial,” kata Hermawan Kertajaya.
(*)