Sukses

Kisah Zizi Raziq, Bocah Tunanetra yang Tampil di Penutupan Asian Para Games 2018

Dengan segudang prestasi, begini cerita Zizi Raziq, bocah tunaterta yang tampil di penutupan Asian Para Games 2018.

Liputan6.com, Jakarta - Zizi Raziq adalah satu dari sekian banyak penampil menawan yang memeriahkan acara penutupan Asian Para Games di Stadion Gelora Bung Karno (GBK) Madya, Jakarta, Sabtu, 13 Oktober 2018 malam.

Ya, bersama Naura, Zizi tampil membawakan lagu Sang Juara. Berpadu dengan suara merdu putri dari Nola Be3, permainan pino dan senandung Zizi nan syahdu membuat penampilan tersebut makin berkesan.

Kendati demikian memesona, namun panggung penutupan pesta olahraga tersbesar se-Asia bagi atlet difabel ini bukan satu-satunya prestasi pemilik nama lengkap Allafta Hirzi Sodiq tersebut. Dikutip dari sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id. Minggu (14/10/2018), bocah berusia 10 tahun ini sudah lebih dulu memikat hati Presiden Joko Widodo pada Februari lalu.

Kala itu, Zizi Raziq menunjukkan kebolehannya bermain piano sambil bernyanyi membawakan lagu Gundul-gundul Pacul di Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan 2018 di Sawangan, Depok, Jawa Barat.

Tak berhenti di situ, pada 2017 lalu, putri pasangan Jafar Sodiq dan Nur Afifah ini menerima penghargaan juara pertama nasional menyanyi solo tingkat SDLB di Surabaya. Zizi juga meraih Diamond Award pada Festival Nasional Piano Indonesia di Jakarta.

Pada tahun yang sama, Zizi Raziq memperoleh medali emas Asia Art Festival ke-5 di Singapura. Gadis cilik yang hobi membaca ini juga meraih penghargaan dari Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sebagai The Best Inspiring Survivor Outsanding Talent tahun 2017.

* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Dari Lahir Prematur Sampai Tak Bisa Melihat

 
 
 
View this post on Instagram

A post shared by Ricke Hendriyani (@rickehendriyani) on

Nur Afifah, ibunya Zizi, menceritakan, Zizi Raziq terlahir secara prematur, yakni saat usia kandungan baru lima bulan. Menurut Afifah, semua baik-baik saja hingga masalah muncul saat kehamilannya memasuki bulan ke-5.

Saat itu, Afifah dinyatakan menderita usu buntu. Namun, ia menolak untuk dioperasi karena menganggap tindakan itu akan berdampak buruk pada janin yang dikandung. Tapi, setelah pulang dari rumah sakit, Affifah malah mengalami pendarahan.

Saat itu, dokter memerintahkan untuk segera melahirkan karena pendarahan yang terjadi tidak mungkin dihentikan. Tanpa pikir panjang, Afifah dan Jafar memberi persetujuan. Upaya persalinan normal dilakukan karena menurut dokter, ukuran bayi yang cuma 900 gram memungkinkan untuk persalinan normal.

Namun, ketika kepala bayi sudah berada di luar jalan lahir, keputusan diubah. Dokter tak berani ambil risiko karena fisik bayi begitu lemah. ”Saya dioperasi dengan kondisi kepala bayi sudah keluar. Zizi ditarik lagi ke atas kemudian dikeluarkan melalui operasi caesar,” cerita Afifah.

Kondisi fisik yang sangat kecil dan belum waktunya lahir membuat Zizi harus menjalani perawatan intensif di inkubator. Selama waktu tersebut, Afifah bolak-balik rumah sakit untuk memberikan ASI perah. Sampai di usia Zizi menginjak 7 bulan, baru diketahui bahwa ia tak bisa melihat.

Disebutkan Afifah, dirinya tak menerima pemberitahuan bila kelahiran prematur mungkin membuat kondisi bayi berbeda, termasuk tak bisa melihat. Diagnosa yang ditetapkan setelah rangkaian panjang dirujuk ke sejumlah rumah sakit di Jakarta. Mengetahui hal ini, Afifah tak menangis, tapi hatinya mati.

Ia sempat menutup diri, bahkan tak mau menyetuh Zizi. Sang suami pun larut dalam kesedihan. Selama orangtuanya mengalami masa sendu, Zizi berada di bawah pengawasan seorang pengasuh bayi bernama Mak Kah. Ia terus menawasi dan ada di tiap tumbuh kembang Zizi. 

Afifah baru sadar dari tidur panjangnya keika Zizi berusia 3 tahun. Melihat perjuangan sang buah hati untuk melakukan bayak hal di tengah keterbatasan menyentuh hatinya. Sejak itu, ia pun mulai belajar tentang kebutuhan anak tunanetra hingg asekarang terus menemani Zizi di banyak kesempatan.