Sukses

Rasakan Pengalaman Glamping Seru di Eco Beach Tent Belitung

Eco Beach Tent tawarkan Nomadic Tourism di Bangka Belitung.

Liputan6.com, Jakarta Konsep nomadic tourism yang dicetuskan Menteri Pariwisata Arief Yahya sejak Maret 2018, mulai berkembang. Di Tanjung Kelayang, Bangka Belitung, sudah mulai muncul amenitas berkonsep nomadic. Salah satunya, Eco Beach Tent di Pulau Belitung.

Eco Beach Tent menawarkan pengalaman menginap di sebuah tenda di kawasan yang sangat alami, tetapi dengan fasilitas seperti hotel berbintang.

"Glamping (glamour camping) kini menjadi tren berlibur gaya baru di seluruh dunia. Banyak wisatawan ingin mendapatkan pengalaman menyatu dengan alam tapi tetap mendapatkan layanan akomodasi laiknya di hotel berbintang seperti Eco Beach Tent ini," ujar Menpar Arief Yahya, usai mengunjungi Eco Beach Tent, Senin (29/10).

Arief Yahya pun kagum dengan konsep yang ditawarkan Eco Beach Tent. Pasalnya, wisatawan benar-benar diajak merasakan hidup dengan konsep hijau. 

Ia menjelaskan, dengan nomadic tourism, investor tidak perlu berpikir berat dan melakukan begitu banyak pertimbangan seperti ketika membangun hotel permanen. Sebab, akan mudah memindahkan amenitasnya bila kurang ramai di suatu tempat.

"Ini berbeda jika kita membangun hotel. Ketika kita sudah membangun hotel di suatu destinasi wisata tertentu dan ternyata destinasi itu sepi, maka otomatis hotelnya ikutan sepi. Karena untuk membangun hotel dibutuhkan banyak pertimbangan dan feasibility studies yang memakan waktu," ucap Arief.

Eco Beach Tent berdiri di atas area seluas enam hektare, di bagian terbaik dari pantai Belitung, Tanjung Kelayang. Tendanya merupakan buatan tangan dengan estetika wabi-sabi. Tenda-tenda dirancang, dibuat, dan dibangun dengan hati-hati oleh tukang kayu lokal menggunakan elemen alam, seperti nipah sawit atau daun kelapa dan dolken log.

"Filosofi desain terpusat pada estetika wabi-sabi. Sebagian besar daerah ditinggalkan dengan kekasaran dan kesederhanaan materi untuk menghargai ketidaksempurnaannya. Semua tenda memiliki teras pedesaan dengan pemandangan yang menakjubkan lautan tak terbatas," kata General Manager Eco Beach Tent, Ria Indra.

Setiap tenda Eco Beach Tent dapat menampung hingga tiga orang dengan sebuah tempat tidur tambahan. Interior ruangan diisi dengan tempat tidur king size, AC, dan fasilitas hotel bintang lima lainnya. Lantai kayu yang tidak rata di kamar mandi menjadi fitur seperti terapi yang sehat untuk kaki.

"Eco Beach Tent dikembangkan dengan mempertimbangkan masa depan dengan meminimalkan dampak lingkungan. Sustainable dan sadar lingkungan adalah prinsip utama dari ini pengembangan Eco Beach Tent," ujar Ria.

Tenda Eco Beach mencakup penggunaan bahan bangunan hijau. Digunakan membran tarik dari proyek lama digunakan untuk memahkotai unit awal mereka. Beberapa perabotan dibuat dari limbah kayu konstruksi.

Sumber mata air yang sehat diambil dari sumber terdekat. Setiap tenda dilengkapi dengan kamar mandi en-suite. Untuk air panasnya, prosesnya menggunakan sabut atau serat kelapa dari pasar. Serat kelapa ini sebagai alternatif gas atau listrik untuk memanaskan air.

Menariknya lagi, penghuni bisa ikut memasak makanan yang akan dimakan. Tamu bisa berpartisipasi dalam proses mengumpulkan bahan-bahan. 

Kegiatan lainnya, ada olahraga air, petualangan darat, eksplorasi budaya, atau bersantai di pulau pribadi. Wisatawan juga bisa menemukan varietas satwa liar atau memancing di pantai Tanjung Kelayang. Bahkan, Eco Beach Tent memberikan pengalaman mengarungi Pulau Kelayang atau mengagumi pemandangan yang indah Belitung di puncak Batu Baginda.

"Tamu bisa menikmati air laut dangkal yang tenang dengan bermain kano, dayung, atau snorkeling. Kegiatan yang paling luar biasa adalah kesempatan untuk mendapatkan liburan ke pulau-pulau pribadi yang terpencil. Pantai ini sangat bagus untuk berenang, piknik, atau bahkan dipijat oleh terapis," ucap Ria.

Tenaga Ahli Menteri Pariswisata bidang Nomadic Tourism, Waizly Darwin, mengatakan bahwa tren amenitas di tingkat global beralih ke amenitas berbasis experience. Dulu yang dicari adalah hotel berbintang atau non bintang, kini yang banyak diburu seperti specialty lodging, homestay/guesthouses, atau bumi perkemahan glamping.

"Nomadic tourism ini membangun hotel berbintang dengan cara cepat dan modal bersahabat untuk menjawab tantangan zaman now. Bila investor membangun hotel konvensional, selain modalnya harus besar, proses pembangunannya juga lama. Dengan memanfaatkan nomadic tourism, investor bisa mendirikan kamar sebagai hotel di mana saja dan kapan saja," kata Waizly.

Dia menjelaskan, kini membangun “hotel berbintang” cukup dengan modal investasi sebesar Rp 70 juta per kamar. Kamar ini bisa didirikan di daerah-daerah yang memiliki tempat wisata. Kamar hotel juga bisa dipindah bila lokasi dianggap kurang prospektif di kemudian hari.

"Backpacker zaman now banyak yang menjadi nomadic travelers. Di antaranya Glampacker (milenial nomad), Luxpacker (luxurious nomad), dan Flashpacker (digital nomad). Jumlah mereka mencapai 39,7 juta orang di dunia. Indonesia merupakan destinasi pilihan kaum nomad," ujar Waizly.

Ia menjelaskan, Glampacker adalah wisatawan yang mengembara untuk melihat dunia yang Instagramable. Jumlah mereka mencapai 27 juta orang. Luxpacker mengembara untuk melupakan dunia. Jumlahnya ada 7,7 juta orang. Sementara itu, Flashpacker adalah mereka yang menetap sementara di satu tempat sembari berkerja. Jumlah mereka mencapai 5 juta orang.

"Dan Indonesia berdasarkan sejarahnya, merupakan jalur jelajah para kaum nomad. Bila dulu kita menyebut mereka pengembara, sekarang kita bisa menyebutnya wisatawan nomad," ucap Waizly.

Cara terbaik untuk menuju Eco Beach Tent adalah dengan terbang ke Bandara Internasional Belitung (TJQ). Kemudian, berkendara 30-40 menit ke arah Tanjung Kelayang dengan mobil sewaan atau taksi. Penjemputan di bandara juga tersedia berdasarkan permintaan. Penerbangan harian ke Belitung sudah tersedia dari Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia.

 

 

(*)