Liputan6.com, Jakarta Bencana beruntun yang terjadi di Indonesia beberapa waktu belakangan ini ikut berdampak pada sektor pariwisata Indonesia. Mulai dari gempa bumi di beberapa wilayah di Indonesia hingga kecelakaan pesawat Lion Air di Laut Jawa.
Berita tentang bencana tersebut sudah tersebar ke mancanegara. Salah satu industri yang paling berat merasakan dampaknya adalah pariwisata.
Baca Juga
“Saya merasakan sangat berat. Sekarang okupansi hotel masih di kisaran 30-35% saja,” kata Hadi Faishal, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) NTB dan pemilik Hotel Praya Lombok.
Advertisement
Ia mengatakan, rata-rata hotel di sana belum bisa cepat bangkit dan diperkirakan membutuhkan waktu enam bulan. Dirinya pun menyampaikan apresiasinya kepada Kementerian Pariwisata (Kemenpar) yang terus memberikan dukungan kepada pihaknya selama proses recovery ini.
“Terima kasih Kemenpar luar biasa support kami di berbagai events dan sales mission. Kami berusaha cepat recovery,” ucap Hadi.
Kepala Dinas Pariwisata Nusa Tenggara Barat (NTB), Lalu Mohammad Faozal, mengakui bahwa gempa bumi beruntun yang melanda Pulau Lombok cukup menekan pariwisata Nusa Tenggara Barat (NTB). Ekosistem pariwisata dengan industri yang bergerak di Amenitas, Akses, dan Amenitas (3A) belum juga pulih.
Wajar bila industri pariwisata NTB cukup 'kalang kabut'. Pasalnya, sekitar 100.000 wisatawan mancanegara (wisman) rutin mendarat di Lombok Sumbawa. Terlebih lagi, NTB adalah destinasi prioritas atau masuk dalam 10 Bali Baru dengan ikon Mandalika.
Memang daerah yang rusak parah ada di Lombok Timur dan Utara. Namun, secara psikologis akan sangat mengganggu wisatawan untuk berlibur ke Lombok. Apalagi, setelah bencana muncul Travel Advice dari beberapa negara.
"Gempa Lombok telah menyebabkan kerugian besar bagi pariwisata nasional, terutama daerah Lombok dan Bali. Banyak wisman membatalkan perjalanannya ke Lombok. Belum lagi Travel Advice yang dikeluarkan beberapa negara. Ini jelas sangat merugikan," ucap Faozal.
Ia menjelaskan, saat ini pariwisata NTB sedang dalam masa pemulihan. Dia tetap optimistis kerja sama dengan seluruh stakeholder akan membuat pariwisata NTB segera bangkit. Sekarang, fokus utamanya mengarah ke penyampaian pesan kepada dunia bahwa NTB sudah aman dikunjungi, bahkan ditempati.
"Itu tugas kita bersama. Kita tidak bisa berlarut dalam kesedihan. Citra positif harus kita bangun, sehingga Lombok kembali dikunjungi wisatawan seperti sedia kala. Meskipun itu bukan perkara mudah tetapi dengan dukungan seluruh stakeholder, semoga pemulihan ini dapat dipercepat," kata Faozal.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah kunjungan wisman ke Indonesia pada Agustus hanya 1,51 juta kunjungan. Angkanya turun 1,93 persen dibandingkan bulan sebelumnya, yaitu sebesar 1,54 juta kunjungan.
Kepala BPS, Suhariyanto, mengatakan bahwa penurunan disebabkan bencana gempa bumi di Lombok. Seiring bencana tersebut, kunjungan melalui bandara Internasional Zainuddin Abdul Madjid Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Ngurah Rai, Bali anjlok.
Total, kunjungan wisman melalui jalur udara turun 5,71 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Penurunan tajam terjadi pada kunjungan melalui Bandara Internasional Zainuddin Abdul Madjid yang hanya mencapai 4.308 kunjungan pada Agustus atau turun 69,18 persen dibandingkan bulan sebelumnya.
Gempa Palu Donggala juga memberikan dampak serius. Lalu, disusul informasi melalui aplikasi gempa yang berpusat di Aceh, Sumba, Padang, dan beberapa daerh lain.
"Penurunan terbesar kedua terjadi pada kunjungan melalui Bandara Internasional Ngurah Rai yang hanya mencapai 572,02 ribu kunjungan, atau turun 8,37 persen dibandingkan bulan sebelumnya," ujar Suhariyanto, Kamis (1/11/2018).
Data Kementerian Pariwisata (Kemenpar) juga menunjukkan hasil sama. Potensi “jatuh” karena gempa sekitar 500.000 wisman. Asumsinya Indonesia kehilangan 100.000 wisman per bulan. Durasinya Agustus hingga Desember 2018.
(*)