Liputan6.com, Jakarta Salah satu hantu yang paling seram menakutkan industri pariwisata Indonesia adalah status travel advice, travel warning, dan travel ban. Sebab, begitu pemerintah dari negara originasi itu mengeluarkan status peringatan sampai larangan berwisata ke Indonesia itu, maka asuransi tidak berlaku. Itulah yang ditakuti wisatawan, sekaligus dikhawatirkan oleh industri pariwisata.
Harus diakui, industri hospitality itu sangat sensitif dengan segala rupa ketegangan, krisis dan kegaduhan. Krisis itu bisa disebabkan oleh alam, teknologi maupun sosial politik.
Karena itu, menjadi core economy bangsa, sektor pariwisata harus dijaga bersama, oleh Pentahelix Model yang terus digaungkan oleh Menpar Arief Yahya. Pentahelix itu, ABCGM - Academician Business Community Government Media.
Advertisement
Setiap terjadi bencana alam, kecelakaan moda transportasi, isu keamanan, maupun faktor lain, banyak negara yang mengeluarkan travel advice hingga travel warning. Imbasnya, kunjungan wisatawan mancanegara jadi terimbas.
Celaka nya lagi, travel advice itu berlaku untuk satu negara, bukan satu kota atau satu pulau. Meskipun Indonesia itu luas dan panjang. Kejadian di satu titik belum tentu berdampak pada titik yang lain. Tapi, travel warning berlaku menyeluruh satu negara.
Dampak dari travel advice ini sebenarnya sudah dirasakan sektor pariwisata sejak awal tahun 2018. Tepatnya imbas Gunung Agung erupsi di Bali di September 2017. Dampaknya bandara di Bali dan Lombok semoat ditutup. Baru April 2018 kembali normal. Belum sempat bernafas lega, sudah disusul gempa di Rinjani, lalu Gempa di Lombok Timur dan Utara.
Ketika itu, Tiongkok mengeluarkan travel warning buat warga negaranya selama hampir tiga bulan, 27 November 2017 - 4 Januari 2018. Sektor pariwisata Bali benar-benar terpukul akibatnya.
Akhir Juni sampai awal Juli 2018, Gunung Agung meletus lagi. 7 negara menyikapi dengan mengeluarkan travel advice. Tujuh negara itu adalah Inggris, Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat, Singapura, Hong Kong, dan Kanada.
Saat gempa besar melanda Lombok Agustus lalu, sebanyak 17 negara kembali mengeluarkan travel advice. Diantaranya, Prancis, Selandia Baru, UK, Cyprus, Luxembourg, Belgia, Jerman, Kanada, Tiongkok, Australia, Amerika Serikat, Singapura, Malaysia, Brazil, dan Swiss.
Travel warning tidak hanya dikeluarkan untuk bencana alam. Saat Lion Air JT 610 jatuh, Pemerintah Australia juga mengeluarkan travel warning. Seluruh pejabatnya dilarang naik Lion Air.
Dari sisi keamanan pun sektor pariwisata bisa terdampak. Seperti saat bom di Surabaya, Februari 2018. Ketika itu, 14 negara mengeluarkan travel warning. Ada Inggris, Polandia, Prancis, Irlandia, Swiss. Amerika, Australia, Hong Kong, Selandia Baru, Singapura, Malaysia, Kanada, Filipina, Brazil.
Ketua Association of Indonesian Tours and Travel Agencies (Asita) Asnawi Bahar, beberapa waktu lalu mengatakan, jumlah kunjungan wisman pada Januari — Mei dipengaruhi oleh kondisi pariwisata di Tanah Air yang terganggu isu terorisme dan kondisi alam.
“Dampaknya, banyak negara yang menerbitkan travel advesory dan travel warning ke Indonesia. Konsekuensinya, tingkat kunjungan wisman pada sisa tahun ini harus digenjot ke level rata-rata 1,5 juta—2 juta per bulan. Ada hal-hal yang harus segera dilakukan agar target itu tercapai,” sebutnya.
Dia mengusulkan agar pemerintah menargetkan kunjungan wisman dari pasar kedua dan pasar-pasar yang selama ini belum maksimal digaet. Tak hanya itu, aturan-aturan penerbangan untuk chartered flight harus lebih dipermudah.
(*)