Sukses

Transformasi Pakaian Wanita Uighur yang Kini Dipaksa Masuk Kamp Pendidikan

Fotografer asal Uighur Kurbanjan Samat menampilkan perubahan gaya berpakaian wanita Uighur selama 100 tahun terakhir.

Liputan6.com, Jakarta - Zaman berbeda, gaya berbusana bisa berbeda pula. Dalam rilis video bertajuk '100 Years of Uyghur Fashion', fotografer asal Uighur, Kurbanjan Samat menampilkan perkembangan pakaian wanita Uyghur selama satu abad terakhir.

Tak hanya itu, Samat menyatakan reproduksi video ini pun berdasarkan dokumen sejarah dan foto-foto lama di Uighur. Ia sengaja ingin membawa mode pakaian ini terlahir kembali.

"Pakaian-pakaian ini terlahir melalui catatan sejarah, buku-buku dan foto-foto lama," tulis Kurbanjan di saluran YouTube-nya yang ditonton lebih 10 ribu kali, seperti dikutip Liputan6.com, Selasa (18/12/2018). Berikut ini perbedaan pakaian wanita Uighur satu abad terakhir.

1910 – 1930: Tradisional

Pada 1910-an, wanita Uighur mengenakan pakaian berbahan kaftan sutra dan gaun panjang. Konon, hanya wanita berstatus sosial tinggi saja yang mengenakan gaun sutra Etles panjang. Gaun ini dipadankan dengan kalung serta celana panjang dengan bordiran emas di balik gaunnya.

Selanjutnya, 1920-an, para wanita Uighur tampaknya suka mengenakan topi bulu dan gaun rajut putih panjang. Model gaun seperti ini umumnya dikenakan oleh wanita yang telah menikah. Bahan sutra tetap dipertahankan wanita Uyghur.

Dekade 1930, gaya pakaian perempuan Uighur masih dipengaruhi oleh Manchu, etnis minoritas yang mendirikan Dinasti Qing (1644-1911). Topi, manset, dan kerah dirajut indah dengan bordiran. Para wanita mengenakan rok semata kaki, dipadu dengan anting dan kalung berjurai gaya Asia Tengah, serta topi bulu menjulang.

 

 

 

 

 

2 dari 3 halaman

1940 – 1960: Disrupsi

Pada 1940-an, gaya berbusana perlahan berubah. Para wanita mulai mengenakan gaun yang lebih pendek, lebih ketat, dan lebih santai. Pada masa ini, memakai rompi di atas gaun Etles adalah hal yang trendi. Topi bermotif bunga pun berganti dengan ikat kepala.

Sejak pembebasan Xinjiang pada 1949, juga pembentukan Wilayah Otonomi Xinjiang Uyghur pada 1955, mobilitas rakyat di Xinjiang semakin terbuka. Kontak budaya pun tak dapat dihindari dari wilayah sekitar.

Alhasil, pada 1950-an, banyak wanita Uyghur sadar pendidikan. Kostum itu terinspirasi dari sebuah foto lama guru wanita di Tacheng, Xinjiang. Pada masa itu, pakaian sangat dipengaruhi oleh Uni Soviet. Ciri itu terlihat dari rok renda berkelim serta sepatu bulat. Wanita Uyghur pun sudah mengenakan pakaian yang lebih terbuka.

3 dari 3 halaman

1970 – 1990: Punk

Selama 1970-an, wanita Uighur gemar mengenakan gaun polkadot berlengan gembung. Dekade selanjutnya, era 1980-an mode payet dan rambut keriting menjadi pilihan. Pada akhir 1990, celana jins, jaket kulit, dan sepatu karet kerap terlihat di Xinjiang. Wanita Uigur mulai mengadopsi tren busana internasional.

2000: Abad Baru

Wanita Uighur menjadi lebih terbuka dan mulai menerima gaya busana yang lebih berani. Celana legging, gaun ketat, dan blus tanpa lengan, menjadi populer di kalangan mereka. Lebih lanjut, pada 2010-an, masyarakat mulai menyadari pentingnya melindungi dan mewariskan budaya tradisional, sehingga nostalgia pun muncul dalam pakaian yang menggabungkan elemen tradisional Uighur.

Pada 2017, wanita Uighur dinilai memiliki pergaulan yang lebih luas. Hal ini terlihat pada acara pesta dan jamuan di Xinjiang. Gaun malam yang terbuka menjadi busana pilihan wanita Uyghur dan menanggalkan unsur tradisional. (Alfarisi Maulana)

Saksikan video pilihan berikut ini: