Sukses

Cerita Akhir Pekan: Eksistensi Pasar Santa Dulu dan Kini

Tak sekedar terkenal dan fenomenal, Pasar Santa memiliki rekam jejak yang panjang hingga dilirik kaum milenial.

Liputan6.com, Jakarta - Pasar saat ini tidak hanya lekat sebagai tempat penyedia ragam kebutuhan, adanya transaksi jual beli, dan tawar-menawar. Lebih dari itu, terdapat makna lain yang mencuat seiring perkembangan zaman. Eksistensi Pasar Santa pun jadi salah satu bukti fenomena tersebut.

Nama pasar yang terletak di Jalan Cipaku I dan Jalan Cisanggiri II tersebut begitu booming beberapa tahun lalu. Ini tidak lepas dari peran anak-anak muda kreatif yang membuat Pasar Santa jadi fenomenal dan terkenal.

Di balik besarnya animo masyarakat, terutama kaum muda, jauh sebelum itu Pasar Santa mengalami pasang-surut dengan rekam jejak panjang. Dibangun puluhan tahun lalu. pasar yang berada di bawah naungan PD Pasar Jaya ini dipoles dan hadir dengan wajah berbeda.

"Pasar Santa berdiri pada 1971. Seiring perkembangan zaman, akhirnya Pasar Santa mengubah kesan kumuh, jorok, kotor, dan bau. Hal-hal seperti itu kita hilangkan pada 2006, Pasar Santa dibangun sebagai pasar tradisional modern," jelas Ahmad Subhan, Kepala Pasar Santa pada Liputan6.com, Jumat, 21 Desember 2018.

Arti tradisional modern sendiri lebih mengacu pada bangunan modern, ragam fasilitas seperti perbankan, ATM, bank, namun di dalamnya tetap terkandung ciri khas pasar tradisional, yakni tawar-menawar. Lalu, kapan Pasar Santa mulai sangat akrab dengan anak-anak muda?

"Di tahun 2014 masuk komunitas-komunitas anak muda kreatif di lantai satu dengan kreasi dan dagangan. Ada kopi, piringan hitam, kaos, jam tangan, dan kuliner. Awalnya, komunitas kopi dan kuliner melihat lantai satu hanya ada beberapa pedagang, mereka akhirnya izin ke PD Pasar Jaya ingin membentuk pasar kreatif anak muda di Jakarta Selatan jadi tongkrongan hits," tambahnya.

Terlepas dari itu, Pasar Santa menawarkan beragam pemenuh kebutuhan. Di lantai basement khusus sembako, sayur mayur, beras, ikan, daging, dan kopi. Di lantai dasar lebih pada aksesori, jam tangan, toko emas, dan toko pakaian. Sementara di lantai satu, barulah semua kreativitas anak muda berkumpul.

"Dengan UMKM memberi fasilitas pada anak muda yang ingin mengadakan bazar, kita memfasilitasi dan mendukung acara yang sudah beberapa kali dilaksanakan di lantai satu ataupun area parkir," kata Subhan.

Biaya sewa di Pasar Santa pun bervariasi. "Untuk sewa variatif dari Rp 7 juta - Rp 15 juta per tahun. Kalau kita cari di Jakarta Selatan, ini paling murah. Ada bentuknya kios dan food court. Luas kios 4 meter dan food court 8 meter," sambungnya.

Selain sebagai tempat transaksi jual-beli, Pasar Santa juga memiliki kegiatan sosial hasil kerja sama dengan para pedagang untuk memberikan rezeki pada yang membutuhkan. Ada pula Majelis Taklim di Pasar Santa.

"Uang memang dari para pedagang kita beri pada keluarga pedagang yang tidak mampu di sekitar pasar dan anak yatim. Diadakan satu tahun tiga kali di hari besar Islam, Perayaan Maulid, Isra Miraj, 1 Muharram diberi dalam bentuk uang dan bingkisan kepada 50 anak yatim," jelas Ahmad Subhan soal kegiatan sosial di Pasar Santa.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pelaku Usaha di Pasar Santa

Di lantai basement Pasar Santa terdapat ragam kebutuhan yang ditawarkan, kopi salah satunya. Adalah Toko Dunia Kopi Pasar Santa milik Suradi yang telah memulai usaha di 'pasar hipser' tersebut sejak 2000.

18 tahun terjun di dunia kopi, kecintaannya pada kopi berawal dari kekaguman pada kekayaan alam. "Kita edukasi ke orang, minum kopi dibagi-bagi dan panggil orang pabrik juga meracik kopi, diskusi, pelan-pelan robusta yang laku, sekarang arabika berkembang," jelas Suradi saat ditemui di kesempatan yang sama.

Ia pun melihat saat ini daya beli kopi kian tinggi. Bukan lagi sebagai minuman, tetapi menjadi lifestyle yang dipandang bergengsi. Ada beragam kopi dari seantero negeri yang Dua Kopi sediakan.

"Mulai dari kopi Papua, Aceh, Mandailing, Toraja, Bengkulu, Kilimanjaro, Papandayan, Gunung Tilu, Ijen, Temanggung, Dampit, masih banyak lagi," jelasnya.

Pembeli kopi Suradi pun tidak hanya dari dalam negeri. "Ada kemarin beli dari Malaysia. Di sana suka minum kopi strong kayak di Italy, minta roasting sendiri medium to dark, full body di-blend Java Preanger sama Dampit," katanya.

"Kalau Dampit karakteristiknya nggak pahit. Robusta, tapi manis. Kalau kopi Java Pranger sweet brown sugar, manis di-blend. Sekarang pesan lagi 20 kg nanti sore," tambah Suradi.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.