Sukses

Apa Penjelasan Ilmiah soal Perasaan Benci Mantan Kekasih?

Saat jalinan asmara berakhir, rasa benci pada mantan kekasih tak dapat dihindari. Sejumlah ilmuwan kemudian melakukan studi untuk mempelajari perasaan ini. Bagaimana hasilnya?

Liputan6.com, Jakarta - Perubahan perasaan dapat terjadi dengan begitu cepat. Naik turut emosi mempengaruhi cara kerja perasaan yang super misterius. Sebut saja ketika mencintai kekasih menjadi momen yang sangat indah.

Namun siapa yang menyangka, ada begitu banyak kemungkinan dalam hubungan dan tak ada jaminan akan berjalan mulus. Ketika pujaan hati telah berubah 'status' menjadi mantan kekasih, semua tidak lagi sama.

Tak jarang, perasaan benci hinggap di hati karena sikap atau tingkah mantan yang tak dapat ditoleransi. Perasaan benci pada mantan ternyata adalah hal normal. Terdapat penelitian menarik yang mengulas hal ini.

Dikutip dari inc.com, Kamis, 27 Desember 2018, penelitan terbaru dari Wellcome Laboratory of Neurobiology meneliti para relawan yang memendam kebencian pada seseorang. Kebanyakan sosok yang dibenci adalah mantan kekasih, sebagian lainnya pada saingan atau sosok politik ternama.

Para relawan pun lalu dipindai otaknya. Peneliti menganalisis aktivitas saraf para partisipan ketika melihat foto orang yang paling dibenci.

Hasilnya cukup mengejutkan, para peneliti menemukan lingkaran benci dipengaruhi oleh dua bagian otak yang ada pada sub-korteks: putamen dan insula.

Putamen adalah bagian pada otak yang berkaitan dengan fungsi sistem motorik juga perasaan menghina dan jijik. Sedangkan insula diketahui turut memberi pengaruh respons untuk menekan stimuli.

"Jaringannya melibatkan area puteman dan insula yang hampir mirip dengan jaringan yang aktif saat ada gairah, perasaan romantis, dan cinta," jelas ahli neurologi dan kepala penelitian, Profesor Semi Zeki.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Penjelasan dari Cinta Jadi Benci

Berdasarkan penjelasan di atas, berarti jaringan di otak yang mempengaruhi rasa benci sama dengan jaringan yang mempengaruhi rasa cinta. Meski cinta dan benci di dua kutub berlawanan, secara fisiologis keduanya saling berkaitan.

Ketika seseorang menatap orang yang dibenci, otaknya dipindai akan menunjukkan hanya sebagian kecil korteks serebral yang nonaktif. Namun saat mereka menatap orang yang dicinta, sebagian besar area korteks serebral yang nonaktif. Ini menjelaskan mengapa saat sudah jatuh cinta, kita akan mudah kehilangan akal sehat.

Ketika kekasih telah menjadi mantan, Anda dapat sangat membencinya karena lebih kritis dalam menilai sosoknya, seperti mencari-cari kekurangannya. Lunturnya rasa cinta membuat kita jadi lebih kritis menilai karena sebagai besar area korteks serebral pada otak akan kembali aktif.

Kekurangan mantan kekasih yang tadinya tak pernah disadari, kini malah dicari-cari. Cinta dapat menjadi benci begitu pula sebaliknya. Kondisi ini sangat dipengaruhi dengan cara dan fungsi otak bekerja. (Endah Wijayanti/Fimela.com)