Jakarta - Minggu pagi, 7 Januari 2019, sekitar pukul 09.00 WIB, sekumpulan orang berbaju merah berkumpul di ujung Pasar Ular. Tepatnya di pertigaan Jalan Plumpang Semper, Jakarta Utara.
Salah seorang perempuan dari rombongan tersebut menjelaskan alasan tempat mereka berkumpul itu disebut Pasar Ular.
"Ada yang bilang tempat awal bentuknya rawa-rawa dan banyak ular. Ada juga yang bilang dinamai begitu karena istilah barang-barang yang dijual dulu barang selundupan, jadi harus licin kayak ular," ujar Ira, nama perempuan itu, dilansir Antara.
Advertisement
Baca Juga
Ira Lathief merupakan pelaksana tur Wisata Kreatif Jakarta yang kali ini menjelajah wilayah di ujung utara kota DKI Jakarta, Tanjung Priok. Wisata kali ini bertemakan Food Tour Free York - Tg Priok.
Wisata ini adalah tur berjalan kaki kombinasi naik angkot dengan jarak sekitar 3 km dan banyak berhenti di spot bersejarah dan kuliner. Perjalanan dimulai dari Pasar Ular Plumpang, berlanjut ke Pasar Ular Permai, dan diakhiri di Makam Mbah Priok.
Di Pasar Ular Plumpang, rombongan berbaju merah diajak menjelajahi lorong pasar yang sempit dan berkelok, mirip ular. Meski begitu, lingkungan terbilang bersih, sehingga cukup nyaman untuk berjalan-jalan.
Barang-barang yang ditawarkan kebanyakan pakaian, di antaranya celana jeans dan sepatu. "Awal mulanya, Paul (sebutan untuk Pasar Ular) adalah pasar kaget, barang blackmarket dijual harga lebih murah, barang seperti sepatu bermerek yang dulu di mal nggak ada," ujar Ira.
Seiring berjalannya waktu, karena telah banyak orang tahu, tak ada lagi barang selundupan yang dijual. Hanya saja, barang ditawarkan dengan harga miring.
"Karena langsung turun dari kapal, bukan di mal," kata Ira.
Pasar Ular Lama
Sejumlah pedagang yang ditemui mengaku telah berjualan di pasar tersebut selama 10, 15, bahkan ada yang 20 tahun. Pasar Ular Plumpang merupakan Pasar Ular baru, sementara Pasar Ular lama yang berlokasi di Pasar Ular Permai.
Dari Pasar Ular lama menuju Pasar Ular Permai, rombongan menaiki Metromini. Berbeda dengan tempat sebelumnya, pasar yang satu ini didominasi oleh penjual keramik dan kristal.
"Saya generasi kedua. Dulu orangtua belanja keramik langsung dari pelabuhan," ujar Hendra, pemilik toko keramik Hendra yang berada tepat di tepi Jalan Yos Sudarso.
Dia mengungkapkan bahwa keramik biasanya datang dari Cina, sementara kristal diimpor dari Eropa. Pembeli yang datang kebanyakan dari Palu dan Manado untuk dijual kembali nantinya.
Tidak hanya keramik lama, keramik baru juga ditawarkan di sana. Satu paket poci beserta enam cangkir dihargai Rp 180 ribu, misalnya.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement